VIVAnews - Kereta supercepat Shinkansen yang studi
kelayakannya mulai dibuat Pemerintah Indonesia bersama Jepang, tarifnya
akan dibanderol sekitar Rp200 ribu sekali jalan. Perjalanan Jakarta
menuju Bandung dengan kereta listrik tersebut, diperkirakan hanya
memakan waktu 37 menit.
Di kantor Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, kemarin, Deputi Menko Perekonomian Bidang Infrastruktur
dan Regional, Luky Eko Wuryanto, mengungkapkan penetapan harga itu
nantinya akan ditentukan berdasarkan survei kemampuan masyarakat untuk
membayar.
"Itu relatif, nanti diperhitungkan berdasarkan survei kira-kira yang naik siapa, golongan apa, nanti bisa kelihatan," ungkapnya.
Dia
megungkapkan, hasil survei tersebut nantinya juga menjadi patokan
Pemerintah untuk memberikan subsidi, sehingga ditemukan berapa harga
yang pantas diberlakukan.
"Tergantung mau subsidi atau tidak,
kalau Pemerintah mau relnya dianggap uang hilang saja, swasta yang
mengoperasikan, mungkin tarifnya bisa murah," ujar Luky.
Dia pun
memaparkan, banyak survei saat ini yang mendukung Pemerintah untuk
segera merealisasikan proyek ini. Kereta supercepat nantinya
diperkirakan dapat mengurai kepadatan yang terjadi di Jakarta.
Menurutnya,
para pebisnis di Pulau Jawa tidak perlu memiliki rumah untuk
menjalankan bisnisnya atau bekerja di Jakarta. Sebab, kereta ini
nantinya akan membentang sepanjang Jawa.
"Mungkin akan ada banyak
pebisnis yang cukup tinggal di Bandung atau di daerah yang dilaluinya,
apalagi ke Bandung cuma 37 menit. Cukup tinggal di situ, nanti pulang
balik. Dia akan punya kenyamanan lain untuk tidak tinggal di Jakarta
lah," tambahnya.
Selain itu, menurut Luky, kepadatan di jalur
kereta lebih bisa dikendalikan ketimbang jalan raya. Dengan demikian,
tata ruang dapat lebih tertata baik dan tidak menimbulkan kemacetan.
Alasan
lainnya kenapa kereta listrik berkecepatan 300 kilometer per jam ini
harus dibangun adalah faktor efisiensi energi. Dengan menggunakan
listrik, penggunaan bahan bakar minyak dapat ditekan, dan lebih ramah
lingkungan.
"Kalau urgensi kedaruratan itu tidak ada, tetapi dari
sisi pendapatan per kapita tadi disampaikan pada saat Jepang pertama
kali ada highspeed train itu lebih besar pendapatannya," tambahnya. (one)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar