London (Antara) - Investasi asing belum tentu menguntungkan Indonesia dan seharusnya merubah rezim pertumbuhan dari konsumsi ke tenaga kerja dan profit dalam rangka industrialisasi.
Konektivitas menjadi penting dan mesti terbentuk tetapi bukan konektivitas yang berdasarkan global value chain melainkan yang berdasarkan perspektif industrialisasi dengan orientasi nasional.
Hal itu diungkapkan ekonom muda Fachru Nofrian pada Sidang (Soutanance) Doktor Ilmu Ekonomi dari Universitas Paris 1 Pantheon Sorbonne di Paris, Kamis (30/1).
Selama kurang lebih tiga jam Fachru mempertahankan risetnya yang berjudul "embangunan dan Proses Industrialisasi di Indonesia serta perbandingannya dengan China dan India Periode 1950-2013" di bawah promotor Prof Remy Herrera (CNRS).
Di depan Comitte de Jury yang terdiri dari Prof. Jean-Bernard Chatelin, Prof Patrick Dieuaide, Prof Bruno Tinel dan Prof Jerome Maucourant, Fachru menjelaskan tingkat konsumsi energi mengalami peningkatan tetapi tidak mencerminkan proses industrialisasi karena didominasi oleh tingkat permintaan final dibandingkan impor-expor.
Banyaknya investasi asing akhir-akhir ini, belum tentu memberikan keuntungan dan membawa perubahan struktural apabila Indonesia tidak hati-hati mengelola rezim pertumbuhannya, ungkap alumni S1 Fakultas Filsafat UI dan S1 Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti.
Staf Pengajar Universitas Indonesia (UI) ini mengatakan institusi rezim politik ekonomi periode 1950-2013 telah mempengaruhi produksi industri di Indonesia sehingga menyebabkan tingkat pertumbuhan yang tinggi dalam jangka waktu yang cukup panjang, tetapi sayangnya tidak mempengaruhi proses industrialisasi di Indonesia secara signifikan.
Akibatnya, Indonesia tidak mengalami perubahan struktural dan tidak ada perubahan secara mendasar dalam pembangunan di Indonesia yang masih didominasi oleh industry primer dan konektivitas yang tidak terbentuk,ujar penulis buku 5 Pilar Ekonomi Perancis yang meraih beasiswa S3 dari Ditjen Dikti Depdiknas.
Dalam risetnya yang dilakukan selama kurang lebih empat tahun, Fachru menemukan Periode Soekarno merupakan periode yang cukup lebih baik dalam rangka proses industrialisasi sehingga dapat menjadi pelajaran bagi periode yang sekarang.
Selain itu, koherensi dan korespondensi antara tujuan dan alat serta mekanisme dalam perencanaan pembangunan merupakan hal yang penting.
Tingkat pertumbuhan tidak selalu mencerminkan keadaan ekonomi yang sesungguhnya dan cenderung menyembunyikan tingkat keuntungan sehingga jika Indonesia ingin berhasil dalam industrialisasinya.
"Maka kebijakan yang berorientasi kepada tingkat profit lebih utama dibandingkan tingkat pertumbuhan," kata penerima anugerah Prix Mahar Schutzenberger 2013 for Best Dissertasion Research dari AFIDES (Franco-Indonesian Association for Development of Science) France.(fr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar