TEMPO.CO, Jakarta - Buron kasus dugaan suap Sistem Komunikasi Radio Terpadu Kementerian Kehutanan Anggoro Widjojo akhirnya ditangkap. Anggoro ditangkap ketika sedang berada di check point perbatasan antarnegara (land border) Shenzhen Wan, Cina. Itu adalah perbatasan antara Cina dengan Hongkong.
"Anggoro sempat melintas dari Shenzhen ke Hongkong. Dia ditangkap saat kembali dari Hongkong ke Shenzhen," kata Atase Imigrasi Indonesia di Cina, Jamaruli Manihuruk, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis, 30 Januari 2014.
Awalnya, Anggoro ketahuan berangkat dari Shenzhen ke Hongkong pada Senin, 27 Januari 2014. Kemudian, Rabu, 29 Januari 2014, dia kembali dari Hongkong ke Shenzhen. Dia pun ditangkap. Petugas yang menangkap Anggoro adalah petugas imigrasi setempat, Public Security Beureau. Menurut Jamaruli, hanya PBS itulah yang berwenang menangkap Anggoro. (Baca juga: Anggoro Ditangkap Tiga Lembaga Sekaligus)
Di Shenzhen, Anggoro disebut tak melawan saat ditangkap. Dia pun disebut sedang sendiri tanpa pengawalan dan tanpa pendampingan keluarga.
Setelah PBS menangkap Anggoro, beberapa pihak dihubungi, yaitu Kementerian Keamanan Publik dan polisi Cina. Anggoro kemudian dibawa ke Ghuangzhou dan diserahkan kepada atase imigrasi.
"Dari Ghuangzhou, Anggoro dikawal petugas termasuk petugas KPK, dan berhasil dibawa dengan pesawat Garuda," kata Jamaruli. Mendarat pukul 21.20 Wib di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Anggoro langsung dibawa ke gedung KPK. (Baca juga: Anggoro Disambut KPK Pukul 23.00)
Anggoro adalah Direktur PT Masaro Radikom. Kasus yang membelit dia diusut KPK sejak 2008. Anggoro ditetapkan menjadi tersangka pada 19 Juni 2009. Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, penyidik lembaganya sempat dua kali memanggil Anggoro, yaitu pada 26 dan 29 Juni 2009.
"Dua kali dipanggil, kami mengeluarkan surat daftar pencarian orang atas nama AW pada 17 Juli 2009," ujar Bambang.
Anggoro disangka memberikan duit sebesar Rp 105 juta dan US$ 85 ribu kepada Ketua Komisi Kehutanan Dewan Perwakilan Rakyat, Yusuf Erani Faishal. Duit tersebut sebagai suap agar anggota Dewan menyetujui program revitalisasi Radio Terpadu di Kemenhut senilai Rp 180 miliar.
Program tersebut sempat terhenti saat Menteri Kehutanan dijabat oleh Muhammad Prakosa. Tapi, kembali diangkat pada 2007 pada masa jabatan Malam Sambat Kaban. Akhirnya, Dewan mengeluarkan surat rekomendasi untuk meneruskan proyek itu pada 12 Februari 2007.
MUHAMAD RIZKI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar