Jpnn
JAKARTA - Pemerintah akhirnya berhasil menaikkan harga jual gas dari ladang gas di Blok Tangguh, Papua terhadap Tiongkok.
Renegoisasi antara pemerintah Indonesia
dan Tiongkok tersebut akhirnya menemukan kesepakatan, dimana harga baru
adalah USD 8 per Million Metric British Thermal Units (MMBTU). Nilai
jual tersebut melonjak empat kali lipat dibanding harga awal saat
penandatanganan kontrak.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, usai rapat terbatas. "Minggu
lalu Fujian, RRT sepakat harga patokan JCC (Japan Crude Cocktail itu
sudah dilepas dari cap (patokannya). Jadi berapa pun harganya akan
mengikuti. Dengan demikian masalah harga yang dulu 2,7 juta dolar per
juta kubik feet, berubah jd 3,3 juta dolar per juta kubik feet, per hari
ini (mulai 1 Juli), harganya jadi USD 8 per juta kubik feet," paparnya
dalam press conference di Kantor Presiden, kemarin (30/6).
Jero melanjutkan, harga jual tersebut
akan terus naik setiap tahunnya, sesuai kesepakatan baru tersebut.
Sehingga, diperkirakan pada tahun 2015, harga jual gas Tangguh menjadi
USD 10 per MMBTU, kemudian pada 2016 akan meningkat hingga USD 12 per
MMBTU dan pada tahun 2017 akan naik menjadi USD 13,3 per MMBTU.
"Ini kenaikan luar biasa dan ini
kesepakatannya naik terus. Kontrak berlaku sampai 2034. Kalau harga ini
bertahan sampai 2034, maka rata-ratanya nanti jatuhnya pada USD 12,8
juta per juta kubik feet,"papar Jero.
Jero menekankan, proses renegosasi
tersebut terus dilakukan hingga berhasil mencapai harga jual yang telah
disepakati sekarang ini. Sebab, "harga USD 3,3 per mmbtu ini dianggap
terlalu rendah.
"Kemarin logikanya sudah tidak cocok harga JCC sekarang 100 dolar perbarel masa masih dengan USD 3,3 ini tidak adil," ujar dia.
Kenaikan harga tersebut, kata Jero,
berdampak baik bagi pendapatan negara sampai akhir masa kontrak. Dia
memperkirakan dengan adanya kenaikan harga, setidaknya negara bisa
memperoleh pendapatan hingga USD 20,8 miliar.
"Kalau USD 20,8 miliar dari 2014 sampai
"2034 itu, maka per tahun kita dapatkan Rp 12,5 triliun per tahun dari
Fujian. Yang lama adalah Rp 3,5 triliun per tahun. Jadi tambahannya Rp 9
triliun per tahun,"imbuhnya.
Sebelumnya , Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) menyinggung renegoisasi harga jual Gas Tangguh yang
dinilainya terlampau rendah. Karena itu, SBY meminta Menko Perekonomian
Chairul Tanjung dan Menteri ESDM Jero Wacik, untuk menyampaikan hasil
negosiasi harga jual gas Tangguh. Dia menegaskan, pembahasan ini penting
untuk menanggapi isu bahwa harga yang tertuang dalam kontrak pemerintah
pada 2002, yaitu USD 2,7 per MMBTU itu dianggap terlalu rendah.
"Ternyata untuk mengubah kontrak tidak
mudah, dengan negosiasi yang alot waktu itu hanya naik beberapa. Kita
masih berjuang dengan Tiongkok," kata SBY dalam pengantar Rapat Terbatas
di Kantor Presiden, kemarin.
Sebelumnya, pada 2012, pihaknya telah
bertemu dengan Perdana Menteri (PM) RRT Wen Jia Bao dan Presiden Hu Jin
Tao untuk memperjuangkan keadilan terkait harga penjualan gas tangguh
itu. Dia menekankan, pemerintah menghormati kontrak penjualan gas
Tangguh.
Namun dia mengingatkan bahwa selalu ada
ruang untuk negosiasi. "Itulah yang sedang dilakukan, dan alhamdulillah
saya mendapatkan"good news, bahwa ada perubahan yang signifikan. Kalau
itu bisa diwujudkan, maka lompatan penerimaan total hingga akhir tahun
bisa naik 400 persen," tuturnya.
Sebagai informasi, kontrak penjualan gas
Tangguh ke RRT dilakukan pada era pemerintahan Presiden Megawati
Soekarno Putri dengan harga awal 2,4 dollar AS per MMBTU.
Setelah melalui negosiasi, pada 2006,
pemerintahan RRT bersedia menaikkan harga beli gas Tangguh menjadi 3,3
dolar AS per MMBTU. Pada 2014 ini, pemerintah akhirnya berhasil
menaikkan harga jual hingga USD 8 per MMBTU. (Ken)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar