VIVAnews
– Hujan deras beberapa jam di Jakarta sudah cukup membuat sejumlah
jalan protokol tergenang. Diantaranya, Jalan MH Thamrin. Jalan yang
menjadi ikon ibukota itu seolah bak kolam raksasa karena air meluap
menggenangi jalan protokol.
Hujan pada Sabtu, 22
Desember 2012, itu juga membuat jalanan di sekitar Istana Presiden,
Jalan Medan Merdeka Utara, turut tergenang. Kedalaman air membuat mesin
sepeda motor mati saat pengendara melintas.
Banjir di urat nadi utama
Indonesia ini membuat Perayaan Natal 2012 di aula Mahkamah Agung yang
terletak di jalan yang sama dengan Istana juga terganggu. Ketua
Kristiani Mahkamah Agung Paulus Effendi Lotulung terpaksa harus memutar
lewat jalan belakang.
"Saya terpaksa lewat
Jalan Juanda," kata Ketua Muda Urusan Peradilan Tata Usaha Negara
Mahkamah Agung itu, usai perayaan Natal 2012 Mahkamah Agung. Akibat
terjebak banjir di jalanan Jakarta, Paulus mengaku perjalanannya
tertunda. "Setengah jam lebih lama ke sini," katanya.
Di jalan dekat Mal
Citraland, Grogol, ketinggian air dilaporkan hingga sepaha orang dewasa.
Selain itu, puluhan jalan-jalan utama di Jakarta lainnya, tergenang
air, 25-50 centi meter. Diantaranya, Jalan Sudirman di depan FX, sebelum
fly over Karet, Jalan Tendean, Jalan Asia Afrika, sekitar Mal
Ambassador Casablanca, serta sejumlah ruas jalan di Kawasan Industri
Pulogadung.
Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), mencatat ada 22 titik genangan banjir
yang tersebar di Jakarta. Akibat banjir itu, jalanan Jakarta pun nyaris
lumpuh. Jakarta macet parah meski sedang libur panjang.
Mengapa Istana pun Kebanjiran
Juru Bicara BNPB Sutopo
Purwo Nugroho saat dihubungi VIVAnews, Minggu 23 Desember 2012,
menjelaskan mengapa kawasan Sudirman-Thamrin yang dekat Istana bisa
tergenang air.
Drainase di kedua jalan
protokol tersebut tergolong bagus dan mampu mengalirkan air dari badan
jalan. Tapi, tidak bisa bekerja baik karena muaranya pun meluap, yaitu
Sungai Cideng dan Kanal Banjir Barat. ”Jadi, mau menampung air
bagaimana?" kata Sutopo.
Kondisi cuaca di daerah
Puncak yang juga hujan ikut membuat debit air Kali Ciliwung meningkat
hingga 110 cm. Bendungan Katulampa ditetapkan Siaga III sejak pukul
16.18 WIB, Sabtu.
Pada pukul 18.00 WIB,
Katulampa naik lagi menjadi 120 cm. Kemudian dalam waktu 4 jam, air
kiriman sudah masuh Depok dan 13 jam kemudian sejumlah kawasan di
bantaran kali Ciliwung, Jakarta menerima banjir kiriman.
Minggu, 23 Desember,
sekitar pukul 03.00 WIB, daerah di Kelurahan Makasar, Bidara Cina,
Kampung Melayu, Cawang, Kramatjati dan di bantaran Ciliwung hilir
terendam banjir hingga 1 meter.
"Dimensi dan masalah
banjir di Jakarta terus meningkat. Selain faktor alam, faktor
antropogenik ikut berperan menyebabkan banjir," katanya.
Dijelaskan Sutopo, pada
periode sebelum tahun 70-an, faktor alam menjadi penyebab dominan dan
sesudah itu penyebab banjir menjadi lebih kompleks.
Jakarta kemudian
kewalahan mengatasi banjir dan dampak kemacetan. Berbagai upaya
penanganan selalu menjadi kalah cepat dibanding dengan faktor penyebab.
Pengendalian banjir
hingga 2014 diperkirakan belum akan menuntaskan titik banjir yang ada.
Hingga kini ada 78 titik banjir di DKI Jakarta. Sementara Kanal Banjir
Timur baru bisa mengurangi 15 titik banjir.
Jika dilakukan
normalisasi sungai di Kanal Banjir Barat dilakukan, akan mengurangi enam
titik banjir. Normalisasi sungai Pesanggrahan, Angke dan Sunter pada
2011-2014 dengan dana Rp2,3 trilyun akan mengurangi 10 titik banjir.
Demikian pula proyek
pengerukan sungai Jakarta Emergency Dredging Initiative di Cengkareng
Drain, Kali Sunter, KBB, Cideng, Angke dan lainnya pada 2013-2014 akan
mengurangi 20 titik banjir.
Meski seluruh proyek
sudah selesai, Jakarta masih memiliki 27 titik banjir yang belum
teratasi. Dengan catatan tidak ada penambahan titik banjir baru.
"Sementara banjir yang terjadi di Thamrin, Sudirman, dan Gatot Subroto, tidak masuk dalam 78 titik banjir yang ada," katanya.
Secara umum, Pemerintah
daerah dan pusat juga mengantisipasi banjir untuk musim hujan kali ini
sejak Oktober lalu. Ada 62 titik yang diwaspadai akan banjir. "Kami
siapkan SDM, peralatan seperti tenda dan perahu karet," jelasnya.
Persoalan Drainase
Pengamat Perkotaan dari
Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, mengatakan banjir parah terjadi
karena drainase yang ada sudah tidak sesuai dengan curah hujan. Keadaan
alam sudah mulai parah dan membuat tanah-tanah tidak dapat menyerap air
yang berlebihan.
Selain itu, banyak
bangunan rumah yang juga tidak memiliki drainase. Sementara, banjir yang
terjadi di jalan Sudirman dan Thamrin, terjadi karena salahnya
pembangunan gorong-gorong.
"Gorong-gorongnya di
depan Sarinah baru dibangun, kenapa sekarang tergenang lagi. Apa yang
salah dengan drainasenya. Masalahnya di mana? Apa yang kemarin
dibangun," kata Yayat.
Pemerintah Provinsi DKI
dinilainya terlambat melakukan upaya normalisasi. Sementara, drainase
yang ada saat ini terjadi penurunan fungsi yang cukup besar. Kecepatan
membangun drainase tak seimbang dengan percepatan pembangunan
perumahan.
”Banjir Kanal sudah tak maksimal fungsinya, karena sampah yang memenuhi mulut-mulut sungai,” ujarnya.
Menurutnya, tanah Jakarta
sudah tidak mampu menampung curah hujan yang turun. Ketika hujan dengan
mencapai 50 -100 mm turun dalam durasi tiga jam, Jakarta akan tergenang
dan kebanjiran. Bila air kiriman dari Bogor masuk, tentu akan membuat
kondisinya makin parah.
Gubernur DKI Joko Widodo diminta segera melaksanakan prioritas program yang direncanakan sebelumnya. "Gubernur Jokowi harus merealisasikan program untuk mengatasi banjir, penataan kanal banjir, normalisasi sungai dan transportasi massal."
Jawaban Pemprov DKI
Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta menolak keras bila banjir itu akibat drainase. Curah hujan yang
tinggi adalah penyebab utama. Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta,
Ery Basworo, mengklaim seluruh drainase yang ada saat ini sudah
berfungsi dengan baik.
"Hujan deras dalam tempo
1,5 jam lebih. Kali Cideng sudah kita sedot dan dibuang ke KBT dan
menjelang Maghrib sudah tidak ada genangan lagi," kata Ery Basworo,
Minggu, 23 Desember 2012.
Ery menambahkan, rumah
pompa di Gedung Jaya, Gedung Surya dan Gedung Mapalus semua aktif. Tapi
setelah ditelusuri, ternyata debit air di Kali Cideng sangat tinggi
dengan skala ketinggian mencapai 200 cm. Sebelum hujan sudah dilakukan
penyedotan sampai ketinggian 20 cm.
Setelah memastikan tidak
ada gangguan pada drainase, kemudian dilakukan pengecekan. Ternyata
sejumlah wilayah di Jakarta terjadi hujan dengan intensitas yang sangat
tinggi.
Menurut Ery, curah hujan
di Manggarai mencapai 87 mm, di Setiabudi 80 mm, Tomang Barat 96 mm,
Cideng 125 mm, Karet 140 mm dan di istana mencapai 98 mm. Karena
terkonsentrasi jadi meluap semua dan turun hujan besar di Jakarta Pusat
dan Jakarta Barat. Istana yang biasa tidak kena kini kena juga. ”Itu
semua indikatornya."
Ery menjelaskan, hujan
yang turun sepanjang Sabtu kemarin adalah hujan periode 50 tahunan.
Drainase dapat mengatasi, tapi Kali Cideng menjadi tinggi. Sementara
saluran mikro yang ada di depan rumah warga tidak dapat menampung karena
hanya untuk mengatasi periode hujan 5 tahunan.
"Kalau hujan harian, pompa kami sangat aman. Tapi kemarin itu hujannya luar biasa," katanya.
Jangka panjang, kata Ery,
Jakarta yang dilewati 13 sungai besar akan melakukan normalisasi.
Karena seluruh sungai itu sudah tidak cukup menampung kapasitas air yang
ada saat curah hujan tinggi.
"Lebar Kali Sunter hanya 6
meter, harusnya 20 meter. Pesanggarahan 20 meter, harusnya 40 meter.
Seluruh sungai yang ada hanya mampu menampung sekitar 30 persen dari
beban hujan yang ada," katanya.
Dijelaskan Ery, seluruh
air yang datang ke Kali Cideng dari kawasan Thamrin dan sisi timur
seperti Jalan Sabang, Wahid Hasyim dan Jalan Sunda, sudah tidak dapat
menampung di Kali Cideng. Kemudian untuk mengatasi hal ini, langsung
dilakukan penyedotan untuk dibuang ke Kanal Banjir Barat (KBT).
"Jadi harus dipahami ada
yang namanya genangan ada yang namanya banjir. Dan soal genangan kemarin
tidak ada kaitannya dengan drainase," katanya. (sj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar