Jakarta (ANTARA
News) - Kementerian Keuangan mengklarifikasi sekaligus membantah
pemberitaan yang menyebutkan bahwa Indonesia telah menyetor kepada Dana
Moneter Internasional (IMF) sebesar Rp25,8 triliun.
Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian
Keuangan Yudi Pramadi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa,
nilai Rp25,8 triliun yang tercantum dalam LKPP 30 Juni 2012 tersebut
merupakan posisi jumlah akumulasi surat janji bayar (promissory note/PN) yang diterbitkan pemerintah sebagai penyelesaian atas revaluasi modal Indonesia di IMF.
Menurut
Yudi, seperti yang dinyatakan dalam anggaran dasar IMF, bahwa pelunasan
kuota atau modal oleh negara anggota IMF termasuk Indonesia, dilakukan
dalam bentuk pembayaran 25 persen saham (kuota) dengan mata uang khusus
IMF (special drawing rights atau SDR) dan 75 persen saham pelunasan dalam bentuk PN dengan mata uang negara setempat (rupiah untuk Indonesia).
Secara berkala setiap tahunnya (per April), modal dalam rupiah yang
senilai PN disesuaikan dengan kurs SDR. Dalam hal mata uang negara
pemilik modal mengalami depresiasi terhadap SDR, maka negara anggota
termasuk Indonesia menerbitkan tambahan PN senilai selisih depresiasi.
Sebaliknya, apabila rupiah mengalami apresiasi terhadap SDR, maka
sebagian PN senilai jumlah apresiasi akan ditarik oleh pemerintah.
Seluruh PN disimpan oleh Bank Indonesia serta tidak diserahkan kepada
IMF, sehingga tidak ada proses setoran seperti dalam pemberitaan itu.
Nilai PN sebesar Rp25,8 triliun di atas juga dibarengi dengan
tambahan modal Indonesia di IMF sejumlah yang sama, sehingga secara "netto" tidak ada "outflow" sama sekali dan pencatatan dalam LKPP sesuai dengan standar akuntansi sebagai wujud tata kelola dan transparansi.
Posisi PN serta nilai saham Indonesia dalam Rupiah setiap tahunnya
tercantum dalam LKPP dan laporan lainnya kepada institusi terkait
termasuk Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga tidak seperti pelaporan yang
telah diberitakan.
Saat ini Indonesia sebagaimana juga seluruh negara anggota IMF
memiliki kuota sebesar 0,96 persen. Indonesia berhasil memperjuangkan
reformasi di IMF dalam beberapa tahun terakhir, sehingga kuota negara
berkembang secara keseluruhan naik dari 39 persen menjadi 44 persen.
Negara-negara berkembang dalam IMF akan terus memperjuangkan
reformasi IMF sehingga kuota makin berimbang dan lebih adil dalam
kepentingannya, tidak seperti waktu lalu yang lebih menyuarakan
kepentingan negara-negara maju, khususnya Eropa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar