RMOL. Vonis hukuman mati terhadap TKW, Satinah, di Arab Saudi
tidak boleh dianggap remeh oleh pemerintah, khususnya Menakertrans dan
BNP2TKI.
Pasalnya, sejauh ini belum jelas apakah pemerintah Indonesia akan
memenuhi permintaan pembayaran diyat yang diminta oleh keluarga korban.
Bila ini dibiarkan, dipastikan Satinah benar-benar akan dieksekusi oleh
pengadilan Arab Saudi.
"Nyawa TKI itu sepertinya tidak berharga. Coba bandingkan dengan
kasus-kasus warga negara lain yang melakukan tindak kriminal di
Indonesia. Dipastikan mereka akan dibela oleh negaranya secara
maksimal," ujar Ketua Umum PP Pemuda Muhamadiyah Saleh P. Daulay dalam
pesan singkat kepada Rakyat Merdeka Online (Selasa, 18/12).
Satinah, TKI asal Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, divonis
membunuh majikan perempuannya, Nura al-Gharib, di wilayah Gaseem pada
awal 2009. Pembunuhan dipicu karena Satinah sering dianiaya dan
diperlakukan tak senonoh oleh sang majikan dan keluarganya.
Tidak hanya membunuh, Satinah juga menghadapi tuduhan pencurian uang
majikan sebesar 37.970 Real Saudi yang diakui oleh yang bersangkutan
sebelum melarikan diri ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).
Melalui vonis pengadilan syariah tingkat pertama hingga kasasi
(2010), Satinah diganjar hukuman mati (qishash) karena terbukti
melakukan pembunuhan berencana.
Dalam upaya mediasi untuk perdamaian dan pemaafan dari keluarga
korban, tercapai upaya pemaafan dengan membayar diyat 500 ribu Real
Saudi atau sekitar Rp1,25 miliar sebagai pengganti hukuman qishash.
Namun, pihak keluarga kemudian menaikkan besaran diyat tersebut
menjadi 10 juta Real Saudi atau Rp25 miliar, sehingga persoalan ini
melibatkan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan WNI/TKI Terancam Hukuman
Mati di Luar.
Dalam amatan Saleh, sejauh ini belum terlihat upaya serius pihak
Kemenakertrans dan BNP2TKI untuk membebaskan Satinah. Padahal, para TKI
sudah diasuransikan sebagai bentuk antisipasi bila hal seperti ini
terjadi. "Sayangnya, pemerintah kelihatannya tidak bisa menekan
perusahaan asuransi untuk memenuhi klaim atas nama Satinah," tandasnya.
Makanya, menurut Saleh diperlukan audit investigatif terhadap
konsorsium perusahaan asuransi yang mengelola dana asuransi TKI ini.
Jangan sampai muncul dugaan adanya kongkalikong antara kemenakertrans
dan BNP2TKI dengan konsorsium perusahaan asuransi tersebut.
"Dalam konteks ini, BPK diminta proaktif untuk melakukan audit agar
persoalan ini menjadi jelas dan terang," terang Saleh, yang saat ini
tengah berada di India mengikuti acara Simposium Internasional 2012 PPI
Dunia.
Kemarin, Menakertrans Muhaimin Iskandar menegaskan pemerintah tetap berusaha sekuat tenaga membebaskan Satinah.
"Pemerintah berusaha kuat, semaksimal mungkin, terutama melalui
Kementerian Luar Negeri (Kemlu). Karena Kemlu yang berwenang untuk
melakukan pendekatan ke keluarga korban, agar sesuai dengan harapan
kita," kata Muhaimin. [zul]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar