INILAH.COM, Jakarta - Tahun 2012 seolah menjadi tahun cobaan
bagi lembaga peradilan Mahkamah Agung. Pasalnya, sejumlah hakimnya
banyak terlibat perkara mulai dari hakim tingkat pengadilan tinggi
hingga hakim agung. Beberapa di antaranya bahkan menjadi kontroversi.
Sebut
saja peristiwa pencopotan Hakim Ahmad Yamanie dari jabatan hakim agung
belum lama ini. Yamanie diputus bersalah dalam sidang Majelis Kehormatan
Hakim. Ia terbukti melanggar kode etik hakim dengan merubah vonis bagi
gembong narkoba Hengky Gunawan. Yamanie membubuhkan tulisan tangannya
dalam berkas putusan Hengky. Ia merubah hukuman yang seharusnya 15 tahun
menjadi 12 tahun.
Selain Yamanie, ada lagi putusan MA yang
menimbulkan kontroversi. MA pernah menganulir hukuman mati bagi Hillary
Chimize, penjahat narkoba kelas internasional, dan menggantinya dengan
pidana 12 tahun. Padahal, Badan Narkotika Nasional (BNN) belum lama ini
mengungkap keterlibatan Hillary dalam bisnis narkoba, meski ia sedang
menjalani masa tahanan. Salah satu majelis yang menangani perkara ini
adalah Hakim Agung Imran Anwari, yang juga menjadi majelis dalam perkara
Hengky Gunawan.
Selain itu, publik juga sempat menyoroti kasus
hakim Pengadilan Negeri Bekasi, Puji Widjayanto yang kedapatan
menggunakan narkoba. Ia ditangkap saat sedang pesta narkoba bersama
kedua temannya dan beberapa wanita penghibur di sebuah tempat hiburan
malam di daerah Hayam Wuruk, Jakarta. Dari hakim Puji, polisi menyita
belasan pil ineks dan sekitar satu gram sabu. Atas perbuatannya
tersebut, Puji diberhentikan sementara dari jabatannya. Pasca
penangkapannya, terungkap fakta lain, Puji ternyata juga diketahui kerap
membebaskan terdakwa kasus narkoba.
Mahkamah Agung juga pernah
mempromosikan Hakim Chaidir, mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta
Barat, sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Banda Aceh. Padahal,
Chaidir diketahui pernah melanggar kode etik dengan menghubungi Artalyta
Suryani atau Ayin, terdakwa kasus suap. Ia diduga meminta sejumlah uang
ke Ayin untuk bermain golf ke China bersama teman-temannya. Namun, MA
mengatakan Hakim Chaidir telah berubah setelah menjalani sanksi,
sehingga pantas mendapatkan promosi.
Peristiwa demi peristiwa
tersebut tidak bisa dipungkiri telah menurunkan kepercayaan publik
terhadap lembaga peradilan. Pengamat hukum dari Universitas Islam
Indonesia, Muzakir menilai, lembaga peradilan selama tahun 2012 ini
belum maksimal dalam menegakkan hukum sesuai dengan amanat konstitusi.
"Lembaga
peradilan selama 2012 belum memberikan cerminan penegakan hukum dan
keadilan sebagaimana diamanatkan konstitusi pasal 24 ayat 1, dan
cenderung menjadi permainan politik, kekuasaan, ekonomi, dan uang,"
ujarnya saat dihubungi wartawan.
Menurut Muzakir, setidaknya ada
tiga hal yang harus dibenahi lembaga peradilan di tahun depan. Pertama,
memperbaiki manajemen hukum dan penyelesaian perkara. Kedua, menguatkan
profesionalisme hakim, dan menegakkan hukum berdasarkan ilmu pengetahuan
hukum yang ilmiah dan objektif. Ketiga, membersihkan hakim yang
menyalahgunakan wewenang dalam proses pengambilan putusan.
Jika
ketiga hal itu dibenahi, maka diharapkan akan terciptanya keharmonisan
di dalam masyarakat dan terlaksananya negeri yang aman, serta sejahtera.
[yeh]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar