INILAH.COM, Surabaya - Banyaknya perempuan yang jadi
istri simpanan atau dikawin siri para pejabat telah menggugah Perempuan
LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) dan Pemudi LIRA untuk melakukan
pembelaan.
Bentuk pembelaannya, yakni, dengan menampung berbagai pengaduan terhadap keluhan maupun tindakan-tindakan yang dinilai merugikan, melecehkan hingga tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
"Kami ingin hak-hak kaum perempuan dilindungi hukum. Kaum perempuan jangan hanya menjadi obyek kaum pria tanpa memikirkan masa depan mereka. Karena setelah kasus Bupati Garut Aceng Fikri, ternyata banyak kaum perempuan ditempatkan pada posisi lemah," tegas Presiden LIRA HM Jusuf Rizal sebagaimana beritajatim.com, Minggu (23/12/2012).
Pengaduan dapat dilakukan melalui hotline komunikasi: (021) 70809494 - 08161954152, Fax : (021) 83792544, Email : dpp.lira@gmail.com atau ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) LIRA, Graha Perwira Gedung Gajah Blok AQ, Jl. Dr. Sahardjo 111, Jakarta Selatan 12810. Bisa juga melalui cabang-cabang Lira di Provinsi maupun kabupaten/kota seluruh Indonesia.
Jusuf mengatakan, LIRA nanti akan menampung berbagai pengaduan kaum perempuan yang merasa hak-haknya dirugikan, dilecehkan atau mengalami tindak kekerasan. Selanjutnya Lembaga Hukum dan Advokasi (LHA) LIRA akan melakukan berbagai kajian hukum terhadap permasalahan yang ada.
Ketua Umum Perempuan LIRA Siti Mariani, dan Ketua Umum Pemudi LIRA Saidah Sahla akan menjadi ujung tombak menerima berbagai keluhan itu.
Menurut Jusuf, yang juga Ketua Umum Gerakan Kesetiakawanan Sosial Indonesia (GKSI) itu, banyaknya kaum perempuan yang jadi istri simpanan atau istri siri para pejabat, baik pusat maupun daerah menunjukkan lemahnya penegakan disiplin birokrat pemerintah.
Karena itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan perlu mengambil sikap tegas, agar berbagai kasus yang melecehkan kaum perempuan dapat diminimalisasi.
Lebih jauh dikatakan, berbagai kasus tindakan kesewenang-wenangan kaum pria yang memiliki jabatan strategis sudah sering terjadi, namun masih kurang memperoleh perhatian serius. Penegakan peraturan yang melarang memiliki istri lebih dari satu telah menyuburkan para pejabat publik (eksekutif, legislatif, yudikatif dan pejabat BUMN) melakukan perkawinan siri/isteri simpanan.
Berdasarkan keyakinan agama seseorang itu sah-sah saja, tetapi yang menjadi masalah adalah ketika hak-hak kaum perempuan ditempatkan pada posisi yang lemah, dilecehkan, tindakan kekerasan hingga masa depan yang tidak baik dikarenakan tidak adanya tanggung jawab sang pejabat atau diperlakukan semena-mena seperti yang dilakukan Bupati Garut Aceng Fikri.
Masalah istri simpanan atau siri, lanjutnya, seharusnya tidak hanya menjadi sorotan di wilayah pejabat pemerintah di tingkat daerah. Pejabat publik yang duduk menjadi menteri di kabinet SBY juga yang melakukan perselingkuhan harus juga menjadi perhatian.
"Karena tidak sedikit para pejabat pemerintah di level menteri dan dirjen memiliki istri simpanan yang kemudian mampu mempengaruhi kinerjanya, bahkan mendorong perilaku abuse of power," tambahnya. [yeh]
Bentuk pembelaannya, yakni, dengan menampung berbagai pengaduan terhadap keluhan maupun tindakan-tindakan yang dinilai merugikan, melecehkan hingga tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
"Kami ingin hak-hak kaum perempuan dilindungi hukum. Kaum perempuan jangan hanya menjadi obyek kaum pria tanpa memikirkan masa depan mereka. Karena setelah kasus Bupati Garut Aceng Fikri, ternyata banyak kaum perempuan ditempatkan pada posisi lemah," tegas Presiden LIRA HM Jusuf Rizal sebagaimana beritajatim.com, Minggu (23/12/2012).
Pengaduan dapat dilakukan melalui hotline komunikasi: (021) 70809494 - 08161954152, Fax : (021) 83792544, Email : dpp.lira@gmail.com atau ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) LIRA, Graha Perwira Gedung Gajah Blok AQ, Jl. Dr. Sahardjo 111, Jakarta Selatan 12810. Bisa juga melalui cabang-cabang Lira di Provinsi maupun kabupaten/kota seluruh Indonesia.
Jusuf mengatakan, LIRA nanti akan menampung berbagai pengaduan kaum perempuan yang merasa hak-haknya dirugikan, dilecehkan atau mengalami tindak kekerasan. Selanjutnya Lembaga Hukum dan Advokasi (LHA) LIRA akan melakukan berbagai kajian hukum terhadap permasalahan yang ada.
Ketua Umum Perempuan LIRA Siti Mariani, dan Ketua Umum Pemudi LIRA Saidah Sahla akan menjadi ujung tombak menerima berbagai keluhan itu.
Menurut Jusuf, yang juga Ketua Umum Gerakan Kesetiakawanan Sosial Indonesia (GKSI) itu, banyaknya kaum perempuan yang jadi istri simpanan atau istri siri para pejabat, baik pusat maupun daerah menunjukkan lemahnya penegakan disiplin birokrat pemerintah.
Karena itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan perlu mengambil sikap tegas, agar berbagai kasus yang melecehkan kaum perempuan dapat diminimalisasi.
Lebih jauh dikatakan, berbagai kasus tindakan kesewenang-wenangan kaum pria yang memiliki jabatan strategis sudah sering terjadi, namun masih kurang memperoleh perhatian serius. Penegakan peraturan yang melarang memiliki istri lebih dari satu telah menyuburkan para pejabat publik (eksekutif, legislatif, yudikatif dan pejabat BUMN) melakukan perkawinan siri/isteri simpanan.
Berdasarkan keyakinan agama seseorang itu sah-sah saja, tetapi yang menjadi masalah adalah ketika hak-hak kaum perempuan ditempatkan pada posisi yang lemah, dilecehkan, tindakan kekerasan hingga masa depan yang tidak baik dikarenakan tidak adanya tanggung jawab sang pejabat atau diperlakukan semena-mena seperti yang dilakukan Bupati Garut Aceng Fikri.
Masalah istri simpanan atau siri, lanjutnya, seharusnya tidak hanya menjadi sorotan di wilayah pejabat pemerintah di tingkat daerah. Pejabat publik yang duduk menjadi menteri di kabinet SBY juga yang melakukan perselingkuhan harus juga menjadi perhatian.
"Karena tidak sedikit para pejabat pemerintah di level menteri dan dirjen memiliki istri simpanan yang kemudian mampu mempengaruhi kinerjanya, bahkan mendorong perilaku abuse of power," tambahnya. [yeh]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar