Jakarta (ANTARA
Nws) - Fatwa yang dikeluarkan para ulama harusnya tepat, bukan sekedar
teroritis, tetapi dapat diimplementasikan, manfaatnya besar dan lebih
jauh lagi tidak menimbulkan keraguan bagi umat, kata Guru Besar
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof DR H.
Atho' Mudzhar.
"Sebaiknya fatwa yang dikeluarkan itu tepat, karena yang
mengeluarkan adalah kelompok ulama. Mereka ahli di bidangnya, termasuk
hukum Islam" ujarnya di sela-sela Konferensi Fatwa Internasional di Jakarta, Selasa.
Esensi dari fatwa, menurut dia, adalah legal opinion, yaitu pendapat hukum yang dikeluarkan para ulama yang berkompeten di bidangnya.
Namun,
ia menilai, pada kenyataannya ada perbedaan., sehingga bagi Indonesia
yang memiliki Dewan Syariah Nasional (DSN) menjadi persoalan tersendiri.
Kedudukan DSN, dikemukakannya, diuntungkan karena seperti juga di negara Islam lainnya ada lembaga mufti.
Di
Indonesia lembaga mufti tidak ada, sehingga dalam pendapatnya, jika ada
perbedaan fatwa tidak menjadi persoalan atau bisa dipersoalkan.
Jika
saja di Indonesia memiliki lembaga mufti, menurut Atho', dapat
memunculkan kekakuan karena fatwa yang dikeluarkan harus benar-benar
diikuti.
Hal lainnya akan menyulitkan Majelis Ulama Indonesia
(MUI) untuk jadi lembaga yang bisa mengeluarkan fatwa, dinilainya,
karena kewenangan majelis ini bisa dianggap tidak resmi.
MUI itu bukan lembaga pemerintah, walau menurut dia, fatwa yang
dikeluarkan oleh para ulamanya sudah bisa mewarnai dan masuk dalam
produk perundang-undangan.
Dalam produk hukum atau
perundang-undangan perbankan, Bank Indonesia (BI), dan bidang lainnya
fatwa MUI yang masuk bukan dipaksakan, tetapi karena dianggap tepat,
ujarnya.
"Itu nilai lebih dari lembaga non-goverment, seperti MUI itu. Ia independen," ujarnya.
Terkait dengan kedudukan DSN, ia mengatakan, posisinya sangat unik
karena memimpin perumusan fatwa sekaligus pula menjadi dewan pengawas
syariah.
Selain itu, ia mengemukakan, DSN ikut pula membicarakan
pembuatan peraturan pemerintah tentang keuangan, ikut merumuskan produk
perundang-undangan melalui rapat bersama dewan perwakilan rakyat (DPR).
Sidang pada Selasa ini, menurut dia, berlangsung sangat bagus.
Dinamika dari para peserta demikian hebat, dan hal itu terlihat dari
pertanyaan yang dilontarkan peserta kepada para nara sumber.
Mereka
mempertanyakan fatwa yang dikeluarga Rabitah Alam al Islami atau Liga
Muslim Dunia, sebanyak 400 fatwa dan segala problematiknya di lapangan.
Dilemanya, ia menilai, fatwa tersebut tidak disertai penjelasan
dalilnya, sehingga sidang tersebut perlu ada tindak lanjut berupa studi
perbandingan mengenai fatwa yang dikeluarkan DSN dan fatwa dari liga
muslim dunia, dari segi dalil dan penggunaannya.
Selain itu, ia memandang perlu adanya studi banding dampak dari
fatwa DSN terhadap masyarakat dan perundang-undangan dengan dampak
serupa di negara lain.
Terkait dari kritik fatwa yang dikeluarkan DSN dinilai belum ada
kesesuaian dengan harapan masyarakat karena orang yang duduk di DSN
tidak kompeten, ia mengatakan, kritik tersebut perlu ditindak lanjuti.
Fatwa
memang harus memberikan manfaat bagi umat dan tidak menimbulkan
keraguan, sehingga orang yang duduk di DSN harus berkompeten, harus ahli
hukum Islam dan pengetahuan lainnya, demikian Atho' Mudzhar. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar