Ropesta Sitorus - detikNews
Jakarta - Banjir kembali melanda pemukiman di Kelurahan
Rawajati, Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (21/1) lalu. Luapan kali
Ciliwung, yang hanya beberapa meter dari pemukiman warga merendam
ratusan rumah di sekitar jalan raya Kalibata juga jalan Bina Warga.
Alhasil
warga hanya bisa pasrah melihat air menerjang masuk, dan merusak
barang-barang mereka. Beberapa gerbang rumah terlihat ambruk tak kuat
menahan tekanan air. Tapi itu belum seberapa. Yang dikhawatirkan warga,
banjir kali ini lebih parah dari tahun lalu, bahkan sama dengan banjir
tahun 2007.
Ketika itu, kuatnya tekanan air menjebol dinding
sebuah perusahaan air minum dalam kemasan yang ada tepat di pinggir
kali. Akibatnya, air yang datang tiba-tiba dengan tekanan besar itu
merusak banyak rumah.
“Banyak (rumah) yang jebol dan hanyut
dibawa air, datangnya sudah kayak gelombang tsunami gitu. untungnya
tidak ada korban jiwa,” kata Toyib, ketua RT 1/RW 7, Rawajati, Kalibata
ketika ditemui Selasa (21/1) malam lalu.
Sambil memberi aba-aba
kepada warga agar menjauh, ia berulang-ulang memerintahkan anggotanya
untuk memberi tanda berupa batu di jalan. Tanda itu untuk melihat
tingginya luapan air.
“Saya enggak tahu ini apakah pintu air Manggarai sudah dibuka. Kalau dibuka, mungkin banjirnya enggak akan setinggi ini,” kata dia.
Banjir
di kawasan Kalibata, bukan yang pertama kalinya. Hampir tiap tahun,
ketika debit air meningkat, maka dipastikan air akan meluap. Banjir
seakan sudah jadi langganan kota Jakarta. Menurut Kepala Dinas Pekerjaan
Umum Provinsi DKI Jakarta, Manggas Rudy Siahaan, itu terjadi karena
banyak warga menempati area yang tidak semestinya.
Sehingga fungsi-fungsi sungai tidak lagi sesuai dengan trase semula. Dia
menyebutkan, trase saluran penghubung di Jakarta yang umumnya sekitar 8
meter, kebanyakan sudah berubah menjadi 2-3 meter saja.
Gubernur
DKI Jakarta, Joko Widodo yang sudah mulai gerah dengan bangunan di
bantaran kali. Warga di bantaran Kali Ciliwung, seperti di Kampung Pulo,
Jatinegara, Rawajati dan Kalibata akan direlokasi ke rumah susun
Cipinang Besar Selatan. “Tak ada kompromi lagi, enggak ada bangunan di
kanan kiri kali,” ujar dia.
Sayangnya, beberapa warga di kawasan Rawajati, mengaku isu relokasi belum sampai kepada mereka. “Enggak
ada pemberitahuan akan direlokasi,” kata Kholidah, 45 tahun. Warga
jalan Raya Kalibata, RT 2/ RW 7 ini berujar ia sebenarnya tidak akan
keberatan pindah sesuai program pemerintah untuk mensterilkan bantaran
kali dari bangunan rumah.
“Asalkan ganti ruginya sesuai ya kita
mau-mau saja. Karena kita kan sudah dari kecil tinggal di sini, sudah
lama. Repot juga karena tiap tahun saya pasti kebajiran,” kata ibu empat
anak itu.
Pernyataan ‘mau-mau saja’ juga disampaikan oleh
Sumiati, 45 tahun. “Ya mau diapain, kita juga kerepotan sendiri karena
banjir terus kan, biasanya hanya lima tahun sekali, sekarang sudah tiap
tahun. Kalau ada tempatnya yang lebih baik, dan ada ganti ruginya, ya
apa boleh buat,” ujar wanita Jawa kelahiran Jakarta itu.
Meski
sudah pasrah direlokasi, ibu dua anak ini berujar sejauh ini belum ada
kepastian dari unsur pemerintah. Ihwal relokasi pun baru dia dengar dari
media. “Dengar sih bakal ada relokasi yang di bantaran kali Ciliwung,
tapi enggak tahu juga pasti apa enggaknya dan entah kapan. Belum ada
dengar dari lurah ataupun dari RT,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar