BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 25 Agustus 2011

Aset Tommy Kembali Dibekukan ,Kalah di Pengadilan Inggris

Jpnn
JAKARTA - Harapan pemerintah Indonesia bisa menarik dana Hutomo Mandala Putra (Tommy Suharto) kembali terbuka. Gugatan uji materi Financial Intelligence Service (FIS) -semacam PPATK-nya Indonesia- dikabulkan. Imbasnya, asset putra bungsu Presiden Suharto sebesar sekitar 36 juta euro tetap berstatus dibekukan secara informal.

Keputusan tersebut diambil pada Senin, 22 Agustus 2011, lalu. "Iya, kami sudah mendengar, jaksa agung sudah berkoordinasi dengan kementrian keuangan dan luar negeri untuk langkah selanjutnya," kata Jaksa Pengacara Negara (JPN) Cahyaning, kepada wartawan, di Jakarta, kemarin (24/8).

Cahyaning mengungkapkan, kendati sudah kalah, memburu aset Tommy tidak gampang. Pihaknya harus berkoordinasi lintas kementerian untuk melakukan langkah-langkah pengambilalihan aset. "Saya kira namanya peluang masih ada lah. Tapi, tetap harus melihat aturan-aturan hukum yang ada," katanya.

Selama ini, perburuan terhadap aset Tommy di luar negeri terus mengalami kendala. Aset senilai EUR 36 juta yang tersimpan di BNP Paribas dicurigai sebagai hasil korupsi di Indonesia. Namun, untuk mencairkannya, pemerintah Indonesia harus menunjukkan bahwa Tommy memiliki kasus korupsi di Indonesia.

Sayangnya, Tommy tidak memiliki kasus korupsi. Kasus pembunuhan terhadap hakim Syarifuddin Kartasasmita tak bisa dijadikan dasar. Karena itulah, harapan pencairan aset itu ada pada kasus terakhir Tommy di Indonesia. Yakni, gugatan perdata terhadap perusahaan Tommy, PT Timor Putra Nasional (TPN) senilai Rp 1,2 triliun di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Pada Juli 2010, Mahkamah Agung memenangkan JPN dengan mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK). "Saya tidak tahu apakah kasus perdata bisa diajukan untuk pencairan aset karena itu bukan kasus korupsi. Tunggu saja hasil koordinasi," kata Cahyaning.

Di bagian lain, kelompok masyarakat yang tergabung dalam Asset Tracking Working Group (terdiri dari ICW, TII, dan MTI) mempertanyakan keteguhan pemerintah membawa kembali asset Tommy di Inggris tersebut. Sebab, terkesan justru pemerintah Inggris yang lebih aktif membekukan asset Tommy yang diduga hasil korupsi, ketimbang pemerintah Indonesia.

"Yang perlu dicermati di sini, peran pemerintah mengambil aset Tommy," kritik Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho, dalam media briefing, di kantor TII, Jakarta, kemarin. Menurut dia, sejak pemerintah Indonesia kalah dalam dalam pengadilan banding melawan Garnet -perusahaan yang dikendalikan Tommy- pada 2009, belum ada langkah lanjutan dari pemerintah Indonesia.

"Anak-anak Suharto tidak ada yang ditindak dugaan kasus korupsinya, kejaksaan dan pemerintah gagal menyeret Suharto dan keluarganya kepengadilan," tandas Emerson.

Padahal, lanjut dia, langkah hokum di tanah air tersebut akan sangat mempengaruhi keberhasilan mengembalikan asset. "Kalau pengusutan saja tidak dilakukan, bagaimana bisa kembali dana-dana tersebut?" sesalnya.

Emerson mengingatkan, langkah hokum segera dari pemerintah Indonesia itu penting, sebab putusan pengadilan masih membuka ruang pada Garnet untuk bisa mencairkan dananya lewat jalur perdata melawan bank. Di sana, Tommy bisa membeber keterangan bahwa dana yang dipakai untuk membeli saham di Lamborghini didapatkan secara halal. "Ini kan bahaya, dan bakal jadi sia-sia pembekuan yang selama ini dilakukan," tandas Emerson. (aga/dyn)

Tidak ada komentar: