BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 11 Juli 2014

Cyrus Network : Jika Salah, Kami Siap ditelanjangi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat Patutie
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur eksekutif Cyrus Network Hassan Hasbi mengatakan persoalan mengenai pendanaan lembaga survei tidak akan mempengaruhi hasil quick count. Dia mengajak saling adu data kepada lembaga survei dengan hasil hitung cepat yang berbeda, jika salah ditelanjangi.
Dia menuturkan, kalau media massa dalam hal ini bisa kritis, tidak hanya memberitakan statemen saja, tetapi, kata dia, ditelanjangi saja dari hulu hingga hilir.
"Kalau memang salah, kami siap ditelanjangi kok. Kita berani buka-bukaan data bareng-bareng. Pihak lain juga yang hasilnya berbeda dengan kami berani dong,"  ujar Hassan kepada wartawan di Hotel Century, Jakarta, Kamis (10/7/2014).
Dia mencotohkan saat pemiihan Pilkada DKI Jakarta lalu, kalau masing-masing kandidat baik Joko Widodo dan Fauzi Bowo masing-masing mempunyai quick count. Tetapi hasil hitung cepat itu, katanya, pada akhirnya sama.
"Foke punya quick count, Jokowi juga punya quick count, tapi hasilnya sama kan. Itu artinya siapapun yang penyandang dana tidak pernah ada pengaruhnya dengan hasil quick count selama ini," ungkapnya.
Hassan heran dengan adanya perbedaan hasil quick count. Menurutnya itu jarang terjadi di Indonesia, lantaran kalau ditinjau secara teori hal tersebut sangat sulit.
Menurut Hassan, tidak pernah ada split desisien soal hasil pemilihan, kecuali kecil. Kalau dibawah satu persen, katanya, selihnya pasti ada berbeda kesimpulan. Tetapi kalau selisihnya diatas satu persen belum pernah terjadi perbedaan kesimpulan.
Ia mengatakan kalau pada pilpres tahun 2009 lalu, sempat ada keributan soal perbedaan kesimpulan dengan hasil suvei antara satu kubu dan kubu lain. Namun pada akhirnya hasil quick count tidak ada yang berbeda.
"Tahun 2009, kita ribut dengan hasil survei, ada yang menangkan si A ada yang memenangkan si B, tapi ketika quick count hasilnya sama aja," kata Hassan.
"Nah baru kali ini quick count hasilnya berbeda, ada apa, karena secara teori sangat susah" lanjutnya.
Hassan menyebutkan, sangat sulit untuk menduga duga mengapa ada lembaga suvei yang melakukan hasil hitungan cepat dengan hasil berbeda. Tetapi kalau lembaga yang berbeda itu melakukan quick count dengan benar, ujar Hasan, dia mengajak secara bersama-sama untuk saling mengadu data, dan melakukan forensik secara keseluruhan dari hulu sampai hilir, hingga soal transparansi dana.
"Ayo adu data, kita sama-sama buka data. Ayo dong datang sama-sama buka. Kita audit semuanya. Bahkan sampai dana ok," ujarnya.
Fungsi quick count menurut Hassan, adalah untuk mencegah terjadinya kecurangan dari pihak manapun, kemudian untuk menjawab keingin tahuan masyarakat pemilih.
"Karena kalkulasi dari KPU memakan waktu cukup lama, sehingga publik ingin tahu aja bisa dipenuhi lewat quick count ini," terangya.
Selain itu, Hassan menambahkan, kalau satu diantara empat lembaga survei yang berbeda pada hasil quick count pada pilpres 9 Juli 2014 kemarin, diakuinya baik, karena sudah terbiasa melakukan quick count. Dikatakannya, Selama ini tidak pernah ada masalah.
"Satu itu teman, menurut kami juga sudah terbiasa melakukan quick count dan selama ini no problem, hasilnya tidak pernah berbeda,"tuturnya.
Hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei seperti SMRC, Lembaga Survei Indonesia (LSI), Indikator Politik Indonesia, CSIS-Cyrrus Network, Litbang Kompas, dan RRI menempatkan pasangan Jokowi-JK unggul dengan rata-rata suara 52 persen dari Prabowo-Hatta dengan rata-rata 47 persen. Namun, keempat lembaga survei yang menampilkan data berbeda adalah Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Indonesia Research Center, Lembaga Survei Nasional, dan Jaringan Suara Indonesia, justru menyatakan kemenangan berada di kubu Prabowo-Hatta.

Tidak ada komentar: