BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 29 Desember 2015

Refleksi 2015, Putusan PTUN Harus Berdampak Positif Bagi Masyarakat Luas

Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Sepanjang satu tahun terakhir, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) lebih menjadi sorotan dibandingkan dengan peradilan umum, agama dan militer. Dari tertangkapnya tiga hakim PTUN Medan hingga putusan yang menuai polemik.

"Hakim PTUN dituntut memiliki kualitas lebih mengingat asas pembuktian yang  berlaku pada hukum acara PTUN adalah asas pembuktian bebas terbatas. Tujuan asas bebas terbatas adalah dalam rangka menemukan kebenaran materiil. Mengiringi asas bebas terbatas, dalam hukum acara TUN juga berlaku asas dominus litis yaitu hakim aktif dalam proses persidangan," kata ahli perundang-undangan Dr Bayu Dwi Anggono kepada detikcom, Selasa (29/12/2015).

Dalam sengketa kepengurusan DPP Golkar dan DPP PPP, PTUN memunculkan inkonsistensi putusan. Di tingkat pertama menguatkan kepemimpinan Ical dan Djan Faridz, di tingkat banding berubah sebaliknya yaitu kepengurusan yang sah adalah Agung-Rommy. Tapi di tingkat kasasi, lagi-lagi keadaan kembali berubah yaitu menguatkan kepengurusan Ical-Djan.

"Melalui hakim PTUN yang berkualitas dan berintegritas diharapkan keadilan hukun yang tidak hanya sekedar melindungi kepentingan individu melainkan juga menyeimbangkan dengan melindungi kepentingan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umum dapat tercapai," ujar Bayu.

PTUN merupakan salah satu pilar penting dan menonjol dalam negara hukum yaitu sebagai lembaga kontrol atau pengawas agar tindakan-tindakan hukum dari pemerintah (bestuur) tetap berada dalam rel hukum. PTUN juga sebagai pelindung hak warga masyarakat terhadap penyalahgunaan wewenang atau kesewenang-wenangan oleh aparatur pemerintahan.

"Untuk itu hakim dalam setiap memutus sengketa yang dihadapkan kepadanya, harus menimbang berat-ringan bobot kepentingan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum, dalam hal ini mana yang lebih besar," ujar Bayu.

Di menit-menit terakhir 2015, PTUN juga membuat inkonsistensi putusan di kasus sengketa pilkada, beberapa di antaranya membuat agenda nasional pilkada serentak 9 Desember menjadi tertunda seperti kasus Pilgub Kalimantan Tengah (Kalteng). Di kasus ini, PTUN Jakarta Jakarta dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta meloloskan pasangan Ujang Iskandar-Jawawi. Tapi di tingkat kasasi, hakim agung menganulir dua putusan sebelumnya dan sepakat dengan keputusan KPU untuk mencoret Ujang-Jawawi.

Selain soal kualitas putusan, moralitas dan integritas hakim PTUN juga menjadi sebuah pertanyaan besar. Kasus terakhir yaitu tertangkapnya Ketua PTUN Medan, Tripeni dkk oleh KPK. Atas perbuatan mereka, majelis hakim Pengadilan Tipikr menjatuhkan hukuman yaitu:

1. Hakim Tripeni dihukum 2 tahun penjara.
2. Hakim Darmawan Ginting dituntut 4,5 tahun penjara dan masih menunggu vonis.
3. Hakim Amir Fauzi dituntut 4,5 tahun penjara dan masih menunggu vonis.
4. Syamsir Yusfan dihukum 3,5 tahun penjara.
5. Rio Capella dihukum 2 tahun penjara.
6. OC Kaligis dihukum 5,5 tahun penjara.
7. Gatot Pujo Nugroho masih dalam proses persidangan.
8. Evy Susanti masih dalam proses persidangan. 

Tidak ada komentar: