BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 04 April 2016

Presiden Jokowi Jangan Remehkan Kicauan Dubes Yusron soal Ahok

JAKARTA - Presiden Jokowi tidak boleh menganggap remeh sikap Yusron Ihza Mahendra, Duta Besar RI untuk Jepang yang mengunggah komentarnya yang berisi SARA, melalui Twitter miliknya dengan maksud agar dibaca dan disebarkan oleh Nitizen kepada seluruh warga DKI, khususnya pemilih dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta, terkait pencalonan Basuki Tjahja Purnama alias Ahok dalam pilkada Gubermur DKI Jakarta 2017.
Komentar Yusron Ihza Mahendra dalam kapasitas sebagai apapun, jelas telah menyalahi prinsip kemajemukan atau keanekaragaman sebagai ciri khas budaya dan kepribadian bangsa Indonesia bahkan merupakan peradaban bangsa Indonesia yang seharusnya dipopulerkan dan dijunjung tinggi oleh siapapun warga negara Indonesia di manapun berada, apalagi oleh seorang Duta Besar sebagai wakil Negara dan Bangsa Indonesia sekaligus wakil pribadi seorang Presiden.
Sebagai seorang Duta Besar RI di Jepang, sikap Yusron berupa mengunggah komentarnya yang berisi SARA melalui akun twitter miliknya yaitu @YusronIhza_Mhd, bukanlah sebuah persoalan biasa yang hanya sekedar melanggar etika.
Apa yang dilakukan Yusron Ihza Mahendra jelas secara langsung tidak langsung mencoba membuka memori publik dan trauma etnis minoritas tertentu pada peristiwa berdarah pada tahun 1998 yang sangat traumatis dan mengancam keutuhan bangsa.
Ini sudah masuk kategori melanggar Undang-Undang Tentang Hubungan Luar Negeri yang secara tegas telah membatasi tugas dan kewajiban seorang Duta Besar, dan Undang-Undang Tentang HAM.
Ini terjadi karena isi pesan Yusron Ihza Mahendra dalam Twitternya itu bersifat diskriminatif, yang mengarah kepada pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung atau tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan yang sangat tidak diperkenankan atau dilarang.
Twitter yang berisi "SARA" itu disebarkan pada saat Gubernur Basuki Tjahja Purnama alias Ahok dan Yusril Ihza Mahendra kakak kandung Yusril Ihza Mahendra sedang menyiapkan diri untuk maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta dalam pilkada DKI 2017, yang sama sekali tidak ada sangut pautnya dengan masalah keamanan warga negara Indonesia di Jepang atau urusan diplomasi Indonesia di Jepang.

Kicauan Yusrin hanya terkait urusan pilkada DKI Jakarta atau urusan Partai Politik.
Dan hal itu bukanlah tugas dan kewajiban yang menjadi domain seorang Duta Besar RI di Jepang, bukan persoalan kerukunan warga negara Indonesia yang sedang berada di Jepang serta bukan persoalan sengketa hukum warga negara Indonesia di Jepang yang menjadi tugas dan kewajiban utama seorang Duta Besar dan Berkuasa Penuh.
Apalagi seorang Yusron Ihza Mahendra juga bukanlah tim sukses atau relawan untuk Yusril Ihza Mahendra sebagai bakal calon Gubernur DKI Jakarta dalam pilkada 2017.
Ditulis Petrus Selestinus, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
Karena itu apa yang dilakukan oleh Yusron Ihza Mahendra jelas telah melukai Ahok, melukai teman Ahok bahkan melukai seluruh warga DKI Jakarta yang menjunjung tinggi HAM.
Sebagai seorang Duta Besar di Jepang, Yusron Ihza Mahendra dalam melaksanakan Politik Luar Negeri dituntut untuk melakukan diplomasi yang kreatif, inovatif, aktif, dan atisipatif, rational dan luwes dalam pendekatan, tidak sekedar rutin dan reaktif terkait persoalan luar negeri yang mejadi ugas dan kewajiban utama seorang Duta Besar.
Munurut Undang-Undang Tentang Hubungan Luar Negeri, dan Peratran Pelaksananya, seorang Duta Besar sekaligus bertindak mewakili negara dan bangsa Indonesia bahkan sekaligus menjadi wakil pribadi Presiden Republik Indonesia di suatu negara.
Sehingga sikap dan tingkah laku seorang Duta Besar tidak boleh bertentangan dan menyimpang dari kepribadian Bangsa Indonesia, jati diri Bangsa Indonesia yaitu keberagaman dalam bingkai Bhineka Tungga Ika yang tercermin dan melekat dalam sikap dan perilaku seorang Presiden Jokowi dan seluruh Pejabat Negara lainnya.

Tidak ada komentar: