INILAH.COM, Jakarta - Pasca insiden maut yang menewaskan 28
orang dan melukai 10 orang karyawan perusahaan tambang asal Amerika
Serikat ini, PT Freeport terancam ditutup.
Menurut Staf
Khusus menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans), Dita Indah
Sari di Jakarta, Kamis (23/5/2013), penyelenggaraan keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) di PT Freeport Indonesia harus diaudit.
"Terkait permintaan agar diadakan audit K3 terhadap PT Freeport Indonesia, hal itu sangat bisa dilakukan," kata Dita.
Namun,
lanjut dia, hal itu bukan priorotas utama Kemenakertrans karena
prioritas pengawas ketenagakerjaan baik yang ada di pusat maupun
kabupaten saat ini adalah melakukan investigasi dan penyidikan.
"Mengapa?
Karena kecelakaan telah terjadi, sehingga harus diketahui dulu
sebab-sebabnya, serta melakukan tindakan-tindakan kuratif yang
dibutuhkan bagi para korban," ujarnya.
Menurut dia, investigasi
pengawas fokus terhadap perencanaan, penerapan, dan evaluasi K3 di PT
Freeport Indonesia. Berdasarkan UU No 1 Tahun 1970 tentang Pengawasan
dan pasal 87-88 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Maka,
jika dalam proses investigasi pengawas menemukan adanya kelalaian
ataupun kesengajaan dari pihak Freeport untuk mengabaikan
prinsip-prinsip K3, maka sanksi yang dijatuhkan dapat berupa pidana
(kurungan dan denda), peringatan, hingga penutupan perusahaan," jelas
Dita.
Audit K3 sendiri, kata dia, cenderung lebih merupakan
tindakan preventif bukan kuratif. Berdasarkan PP Nomor 50 Tahun 2012
tentang Sistem Manajemen K3 (SMK3), audit K3 bukan dilakukan pemerintah
atau pengawas, melainkan oleh lembaga audit independen yang telah
ditunjuk Menakertrans.
"Ada lima lembaga audit K3 independen yang
telah mengantongi sertifikat dari Menaker. Salah satu dari mereka dapat
melakukan audit K3 terhadap PT Freeport Indonesia. Segera setelah tim
investigasi tuntas, maka audit K3 bisa dilakukan," tambahnya. [yeh]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar