Jakarta (ANTARA
News) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi mencecar mantan sekretaris
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Raden Pardede perihal rapat di
KSSK terkait kasus korupsi fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP)
dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
"Tadi saya ditanyai seputar rapat di KSSK dalam rangka pemberian
FPJP, karena seperti diketahui pemberian FJPJ itu sepenuhnya di tangan
BI," kata Raden Pardede usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK
Jakarta, Senin.
Pada Senin ini, Raden Pardede menjalani pemeriksaan sebagai saksi
untuk tersangka Budi Mulya terkait dengan kasus Century, dan merupakan
penjadwalan ulang pemeriksaan Kamis (23/5) karena ia tidak dapat
memenuhi panggilan tersebut.
Lebih lanjut Raden Pardede menjelaskan bahwa mengenai pemberian
FJPJ sepenuhnya menjadi kewenangan Bank Indonesia, sehingga KSSK tidak
ikut memutuskan untuk menentukan dan memberikan FPJP secara legal.
"Dalam rapat banyak yang hadir, saya kurang tahu apa yang terjadi di FPJP," ujarnya.
Ketika disinggung mengenai kehadiran Sri Mulyani dalam rapat
tersebut, Raden Pardede menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak
mengikutinya.
"Tanya Bank Indonesia saja," ujar dia menambahkan.
Dalam kasus ini, KPK sudah memeriksa mantan ketua KKSK, Sri Mulyani
di Washington DC Amerika Serikat pada 30 April dan 1 Mei.
Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan
Devisa Bank Indonesia Budi Mulya sebagai tersangka pada tanggal 7
Desember 2012, sementara mantan Deputi Bidang V Pengawasan BI Siti
Chodijah Fajriah dianggap bisa dimintai pertanggungjawaban hukum.
Pemberian pinjaman ke Bank Century bermula saat bank tersebut mengalami kesulitan likuiditas Oktober 2008.
Manajemen Bank Century lalu berkirim surat ke BI pada tanggal 30
Oktober 2008 untuk meminta fasilitas repo aset sebesar Rp1 triliun.
Century tidak memenuhi syarat mendapatkan FPJP karena kesulitan
likuiditas Century sudah mendasar akibat penarikan dana nasabah dalam
jumlah besar terus-menerus.
Rasio kecukupan modal (CAR) Century juga tidak mencukupi, atau 2,02
persen. Padahal, kata dia, syarat mendapat bantuan adalah CAR harus 8
persen.
Audit Badan Pemeriksa Keuangan menyimpulkan Bank Indonesia tidak
tegas terhadap bank milik Robert Tantular itu karena diduga
mengotak-atik peraturan yang dibuat sendiri agar Century bisa mendapat
FPJP dengan mengubah Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/26/PBI/2008
mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula CAR 8 persen menjadi CAR
positif.
BPK menduga perubahan itu hanya rekayasa agar Century mendapat
fasilitas pinjaman karena menurut data BI, posisi CAR bank umum per 30
September 2008 ada di atas 8 persen--10,39 hingga 476,34 persen--,
dengan satu-satunya bank yang CAR-nya di bawah 8 persen, yaitu Century.
BI akhirnya menyetujui pemberian FPJP kepada Century sebesar
Rp502,07 miliar karena CAR Century sudah memenuhi syarat PBI. Namun,
belakangan BI bahkan memberi tambahan FPJP Rp187,32 miliar sehingga
total FPJP yang diberikan BI kepada Century Rp689 miliar.
Posisi CAR Century ternyata sudah negatif 3,53, bahkan sejak
sebelum persetujuan FPJP. Artinya, BPK menilai BI melanggar PBI No.
10/30/PBI/2008 yang menyatakan bank yang dapat mengajukan FPJP adalah
bank dengan CAR positif.
Selain itu, jaminan FPJP Century hanya Rp467,99 miliar atau hanya
83 persen dan ini melanggar PBI No 10/30/PBI/2008 mengenai jaminan
kredit. (M048)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar