INILAH.COM,
Jakarta - Fenomena runtuhnya pelatihan tambang di terowongan Big
Gossan, Papua milik PT Freeport Indonesia adalah insiden menyedihkan,
dengan 28 korban meninggal. Apa penyebab sebenarnya?
Wakil
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo
mensinyalir runtuhnya pelatihan tambang tersebut murni kejadian alam.
Menurutnya, kondisi terowongan tersebut sudah dinilai cukup kuat untuk
didiami. Namun, adanya deformasi dari batuan terowongan, mengakibatkan
bebatuan di atas terowongan rubuh.
Susilo menyatakan, untuk
melakukan evakuasi, pihak Freeport dan inspektur tambang membutuhkan
penyangga dengan besi kuat untuk menahan ambrukan batu. "Kita beri
penyangga besi agar kita bisa masuk dan lakukan evakuasi," tutur dia di
kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (27/5/2013).
Lalu
pertanyaannya adalah, mengapa penyangga dari besi tersebut baru
diimplementasikan jika memang lambat laun terjadi deformasi?
Sebagaimana
pernyataan Susilo, bahwa indikasi rubuhnya terowongan seharusnya tidak
mungkin terjadi. Sebab, batuan dari atap terowongan memiliki struktur
bebatuan yang cukup keras. Apalagi pascainsiden, getaran ataupun
fenomena gempa bumi tidak terjadi sehingga mendorong ambruknya
terowongan.
"Tidak ada getaran ataupun gempa bumi pascainsiden.
Semua terjadi karena memang sudah dipakai 10 sampai 11 tahun. Makanya
kami lakukan investigasi penyebab ambruknya terowongan tersebut," tutur
dia.
Susilo menyampaikan, kini pihaknya bersama tim investigasi
yang terdiri tujuh peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB), serta
peneliti tambang yang dibantu Inspektur Tambang Kementerian ESDM.
Mereka
akan mengambil sampel bebatuan untuk menyelidiki dampak crack yang
dihasilkan atap bebatuan sehingga memicu runtuhnya terowongan Big
Gossan.
Jika memang ada kejadian akibat deformasi bebatuan, maka
sesungguhnya perlu ada tindakan mengenai fungsi keamanan di tiap
terowongan. Perlu fungsi keamanan atap penyangga sehingga insiden yang
sama tidak terjadi kembali.
"Satu dua bulan mudah-mudahan bisa
ditemukan hasilnya seperti apa. Yang jelas hasil sementara memang
berdasarkan fenomena alam," tutur Susilo.
Di samping memiliki tim
investigasi dari pemerintah, Freeport sendiri memiliki tim internal
untuk mengecek lokasi proyek tambang bawah tanah yang kini masih aktif
dieksplorasi.
"Freeport mengecek semua terowongan-terowongan lain
agar tidak terjadi insiden serupa. Semua dipastikan harus aman dan
selamat," tutur Susilo.
Terkait hal ini, Dirjen Minerba,
Kementerian ESDM, Thamrin Sihite menyampaikan, operasi kinerja
pertambangan ke depannya, perlu kajiaan kembali mengenai ketentuan
standarisasi keselamatan kerja dan keamanan lokasi proyek.
"Tentu
itu akan ada semacam kajian kembali. Cuma kita perlu lihat kembali
bagaimana insiden ini bisa terjadi. Bagaimanapun fungsi pengawasan dan
lokasi tambang memang perlu diperhatikan agar kaidah kemanan dan
keselamatan juga tetap ada," ujar dia. [hid]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar