BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 31 Mei 2011

WN Australia Menang Lawan Polisi, Kasus Penipuan Rp 23 M Harus Lanjut

Ari Saputra - detikNews


Jakarta - Jesudass Sebastian, Warga Negara (WN) Australia yang menggugat kepolisian dan kejaksaan karena kasusnya dihentikan, dimenangkan pengadilan. Konsekuensinya, polisi dan jaksa harus melanjutkan perkara penipuan senilai AUD 2,8 juta (sekitar Rp 23 miliar) yang telah di SP3 oleh kedua institusi tersebut.

"Mengadili. Mengabulkan permintaan pemohon. Menyatakan Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3) yang dikeluarkan seperti dalam surat termohon, tidak sah dan mempunyai kekuatan hukum. Memerintahkan untuk melanjutkan ke proses penyidikan," kata hakim Ida Bagus Dwiyantara saat membaca vonis di PN Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Selasa (31/5/2011).

Menurut pendapat hakim, penipuan yang dilakukan oleh pengusaha lokal yakni MA, SA, NAS, dan DR merupakan kasus pidana yang harus dilanjutkan. Alasan Kejaksaan Tinggi Jakarta dan Polda Metro Jaya yang menyatakan bahwa kasus ini merupakan perkara perdata, dianggap tidak tepat.

"Menurut hakim, patut diduga ada tindakan melawan hukum dalam perkara antara pihak tergugat dengan penggugat. Bahwa tidak semata-mata masuk perdata melainkan ranah pidana yakni penggelapan dan penipuan," tandas Ida Bagus.

Menanggapi vonis tersebut, pihak polisi dan jaksa yang kalah menyatakan pikir-pikir dulu apakah banding atau tidak. Sementara kuasa hukum WN Australia semakin yakin bahwa kasus yang dihentikan ini memang kasus pidana.

"Putusan ini tepat sekali. Karena dari awal unsur pidana sangat jelas. Penyidik harus membuka kasus dan menangkap penjahatnya," kata kuasa hukum Jesudass Sebastian, Jonner sipangkar.

"Kita pikir-pikir dulu," ucap Rizal, kuasa hukum dari pihak kepolisian.

SP3 kasus tersebut bermula saat 2 pengusaha percetakan dan penerbitan skala nasional sedang membutuhkan dana segar. Lantas, Sebastian mengucurkan pinjaman senilai AUD 2,8 juta atau sekitar Rp 23 miliar. Dalam kontrak utang-piutang disebutkan, penerima utang akan melunasi duit tersebut dalam 10 kali pembayaran. Namun, baru 3 kali mencicil, pengusaha percetakan tersebut sudah kewalahan.

"Karena mulai menyalahi perjanjian, Sebastian memberi ultimatum akan menjual agunan yakni 2.500 lembar saham. Mendengar ultimatum tersebut, bukannya menunjukan itikad baik, justru surat-surat tersebut dijual ke pihak ketiga," kata Jonner Sipangkar.

Lantas, merasa ditipu oleh pengusaha lokal tersebut, si bule Australia melaporkan kasusnya ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya, Februari tahun lalu. Pasal yang diusung yakni pasal penggelapan, penipuan dan keterangan palsu.

"Namun dalam proses ini, berkas perkara dibolak-balik dari kepolisian dan kejaksaan. Katanya ini masuk perdata. Ujung-ujungnya, Polda Metro Jaya menghentikan penyidikan atas relomendasi kejaksaan. Padahal, semua bukti sudah ada, saksi ahli suda dimintai keterangan. 4 Ahli menyatakan, perkara ini indikasinya adalah pidana," tegas Jonner sambil menyebut SP3 bernomor SPPP/49/II/2011 tanggal 16 Februari dari Polda yang menghentikan proses tersebut.

Tidak ada komentar: