BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 31 Mei 2011

RUU Pemilu, Partai Besar Diminta Tak Egois

"Buat apa penyederhanaan partai kalau membunuh hak demokrasi rakyat?" kata PKB.

VIVAnews – Rancangan Undang-undang Pemilu yang seharusnya bisa disepakati pekan lalu, ternyata batal dibawa ke paripurna DPR karena fraksi-fraksi di DPR menemui jalan buntu terkait pembahasan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen, yakni perolehan suara nasional minimal yang diperlukan suatu partai untuk lolos ke DPR.

Fraksi-fraksi besar seperti Demokrat, Golkar, dan PDIP keberatan bila ambang batas parlemen berada di angka 3 persen. Demokrat ingin ambang batas parlemen berada di atas kisaran 3 persen, sedangkan Golkar dan PDIP lebih tegas lagi meminta ambang batas parlemen dipatok di angka 5 persen. Fraksi-fraksi lain pun keberatan dengan kengototan tiga fraksi terbesar di parlemen itu.

“Bukan soal apa-apa, tapi azas proporsionalitas dan keterwakilan rakyat dalam sistem pemilu kita harus dijaga dengan baik. Keterwakilan rakyat akan benar-benar rendah kalau parliamentary threshold-nya tinggi,” kata Sekretaris Fraksi Kebangkitan Bangsa M. Hanif Dhakiri kepada VIVAnews.

“Partai-partai besar jangan memaksakan parliamentary threshold melebihi 3 persen,” tandasnya. Hanif membenarkan, tingginya angka ambang batas parlemen merupakan langkah efektif untuk menyederhanakan jumlah partai politik di DPR. Namun ia mengingatkan, sistem pemilu bukan hanya soal penyederhanaan partai.

“Kita juga harus memastikan agar kadar proporsionalitas dalam sistem pemilu itu baik, dan derajat keterwakilan rakyat dalam pemilu relatif tinggi,” tegas Hanif. Ia menyatakan, ambang batas parlemen sebesar 2,5 persen saja seperti yang diterapkan pada Pemilu 2009 lalu, mengakibatkan terbuangnya suara pemilih sebanyak lebih dari 19 juta suara.

Jadi, kata Hanif, jika ambang parlemen misalnya dinaikkan menjadi 4 persen, maka suara pemilih yang hilang akan mencapai sekitar 23 juta suara, dan apabila ambang parlemen dinaikkan menjadi 5 persen, maka suara pemilih yang hilang akan lebih banyak lagi, yakni mencapai 33 juta suara. “Itu belum termasuk suara yang tidak sah karena salah contreng atau alasan-alasan lain, yang pada Pemilu 2009 lalu mencapai lebih dari 17 juta suara,” tutur Hanif.

Ia mengingatkan, seluruh suara hilang itu tidak bisa dikonversi menjadi kursi. Dengan kata lain, menurutnya, “Jadi buat apa penyederhanaan partai kalau tingkat keterwakilan rakyat justru menjadi rendah dan tidak proporsional? Itu sama saja dengan membunuh hak demokrasi rakyat,” kata dia.

Apapun argumen logis PKB, partai-partai besar tetap menginginkan angka ambang batas parlemen dinaikkan secara signifikan. “Kami masih memasang angka 5 sampai 7,5 persen. Keputusannya berapa, lihat saja nanti, masih digodok,” kata Ketua DPP PDIP Puan Maharani.

Selain PKB, PPP pun keberatan dengan kenaikan ambang batas parlemen. Partai yang pada Pemilu 2009 lalu ini meraih 5 persen suara nasional, menginginkan angka ambang parlemen tetap 2,5 persen seperti sebelumnya. "Penggunaan 2,5 persen sudah sangat memadai dan memungkinkan terjadinya penyederhanaan parpol secara alamiah,” kata Ketua Umum PPP Suryadharma Ali. (eh

Tidak ada komentar: