BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 04 Agustus 2011

Bagir Manan Pertanyakan Alasan Dilarangnya Liputan di LP

Muhammad Taufiqqurahman - detikNews

Jakarta - Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM membuat aturan tertulis tentang larangan wawancara dan dokumentasi bagi jurnalis di penjara. Ketua Dewan Pers mempertanyakan alasan peraturan itu dibuat.

"Bahwa dia melarang peliputan di dalam lingkungan LP itu wewenang mereka. Tapi apakah cukup alasannya?" kata Bagir Manan saat ditemui di Gedung Dewan Pers, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (4/8/2011).

"Kalau alasannya menganggu ketertiban, apakah sudah terbukti mengganggu ketertiban. Itu harus dibuktikan dulu. Kalau tidak, itu alasan yang dibuat-buat," ucap mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) ini.

Sebelumnya diberitakan, larangan wawancara dan dokumentasi bagi jurnalis di dalam lingkungan penjara itu mulai disosialisikan sejak 10 Mei 2011. Larangan itu tertuang dalam Surat Edaran Dirjenpas No PAS.HM.01.02.16.

Peraturan tersebut berisi tiga hal. Pertama, setiap narapidana atau tahanan tidak diperkenankan untuk wawancara baik langsung maupun tidak langsung, melalui media cetak mupun elektronik antara lain berupa wawancara, talkshow, teleconference, dan rekaman.

Kedua, setiap lapas atau rutan tidak diperbolehkan sebagai tempat peliputan dan pembuatan film, karena selain mengganggu kegiatan pembinaan dan merusak ketentraman penghuni, juga akan berdampak pada gangguan sistem keamanan Lapas atau Rutan.

Ketiga, peliputan untuk kepentingan pembinaan dan dokumentasi negara dapat dilakukan secara selektif setelah mendapat izin dari Dirjenpas atau bila perlu dari Menteri Hukum dan HAM.

"Ini hanya aturan tertulisnya. Selama ini diakui, bahwa aturan de jure belum ada dan belum diatur," kata jubir Ditjen PAS Akbar Hadi Prabowo.




Patrialis: Pers Dilarang Liput Penjara Agar Petugas Tenang  
Rachmadin Ismail - detikNews

Jakarta - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM menerbitkan surat edaran yang melarang wartawan masuk ke dalam area penjara untuk mewawancarai narapidana. Penjara juga tidak diperbolehkan menjadi tempat peliputan dan pembuatan film. Apa alasannya?

Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menjelaskan, kehadiran pers secara terus menerus bisa mengganggu aktivitas petugas di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) atau rumah tahanan (rutan). Tidak hanya itu, berbagai pemberitaan yang berhubungan dengan napi juga berpotensi mengganggu proses penyidikan kasus.

"Jadi ada saatnya wartawan boleh masuk, tapi tidak bebas-bebasnya. Itu juga mengganggu orang di dalam kalau ada pers terus menerus," kata Patrialis di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (4/8/2011).

"Kalau ke sana kan bisa koordinasi, minta izin sama Dirjen PAS. Sehingga kawan-kawan yang bekerja di Lapas pun bisa merasa tenang," tambahnya.

Politisi PAN ini menepis anggapan bahwa penutupan akses bagi wartawan untuk menghindari pemberitaan negatif dan kritik dari publik. Dia menegaskan, aturan yang sudah disosialisikan sejak tanggal 10 Mei 2011 ini untuk menjaga kenyamanan semua pihak.

"Nggak, justru untuk menjaga kenyamaan semua pihak. Termasuk kenyaman para pegawai yang bekerja. Semua tetap boleh, tapi atas izin saja," tegasnya.

Larangan bagi wartawan itu tertuang dalam Surat Edaran Dirjenpas No PAS.HM.01.02.16. Di dalamnya berisi tiga hal. Pertama, setiap narapidana atau tahanan tidak diperkenankan untuk diwawancara baik langsung maupun tidak langsung, melalui media cetak mupun elektronik antara lain berupa wawancara, talkshow, teleconference, dan rekaman.

Kedua, setiap lapas atau rutan tidak diperbolehkan sebagai tempat peliputan dan pembuatan film, karena selain mengganggu kegiatan pembinaan dan merusak ketentraman penghuni, juga akan berdampak pada gangguan sistem keamanan Lapas atau Rutan.

Ketiga, peliputan untuk kepentingan pembinaan dan dokumentasi negara dapat dilakukan secara selektif setelah mendapat izin dari Dirjenpas atau bila perlu dari Menteri Hukum dan HAM. 

Tidak ada komentar: