BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 25 Mei 2015

Hakim Tolak Keberatan Mantan Sekjen ESDM

Oleh : Dedy Priatmojo, Taufik Rahadian

VIVA.co.id - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi menolak nota keberatan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Waryono Karno. Hakim menilai, keberatan Waryono atas surat dakwan yang disusun jaksa tidak beralasan.
"Menolak keberatan dari penasihat hukum terdakwa untuk seluruhnya. Memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa Waryono Karno," kata Hakim Ketua, Artha Theresia, saat membacakan putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, 25 Mei 2015.
Sebelumnya, pihak kuasa hukum mengajukan keberatan terkait surat dakwaan yang dinilai tidak menguraikan lengkap dan jelas mengenai tindak pidana yang dilakukan Waryono. Termasuk tidak menyebutkan pihak pemberi gratifikasi pada salah satu dakwaan.
Namun, hakim menyatakan, surat dakwaan yang disusun Jaksa KPK sudah secara jelas menjelaskan penerimaan uang yang dilakukan Waryono. Termasuk uang US$50 ribu yang dipermasalahkan kuasa hukum Waryono karena tidak dijelaskan pihak pemberi uang tersebut. Majelis juga menyebut, surat dakwaan sudah menerangkan perbuatan pidana penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan tugas dan jabatan sebagai Sekjen ESDM saat itu.
"Mengenai tidak disebutkannya pemberian gratifikasi dan untuk kepentingan apa gratifikasi tersebut diberikan, tidaklah menyebabkan dakwaan penuntut umum tidak menjadi lengkap, cermat dan jelas karena dalam Pasal 12 B ayat 1 huruf a diatur bahwa gratifikasi yang nilainya Rp 10 juta lebih, pembuktian bahwa gratifikasi bukan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi," ujar hakim menambahkan.
Sebelumnya, Waryono Karno didakwa dengan tiga dakwaan. Pertama, jaksa mendakwanya telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi. Atas perbuatannya itu, dia didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp11.124.736.447.
Terkait perbuatannya, Waryono diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Sementara, pada dakwaan kedua, Waryono didakwa telah memberikan suap sebesar US$140.000 kepada Sutan Bhatoegana selaku ketua Komisi VII DPR. Perbuatan Waryono tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a subsidair Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada dakwaan ketiga, Waryono didakwa telah menerima gratifikasi berupa uang sebesar US$284.862 dan US$50.000. Perbuatan terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tidak ada komentar: