BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 13 Mei 2015

Ini Definisi Perzinaan sehingga PSK Lolos Jerat Pidana

Jpnn
JAKARTA - Fraksi Partai Persatuan Pembangunan di DPR menilai, sangkaan pada pasal Kitab Undang-Udang Hukum Pidana (KUHP) yang menyangkut tindak pidana prostitusi, terlalu sempit.
Dimana jerat pidana prostitusi saat ini hanya bisa disangkakan kepada mucikari atau makelar bisnis ilegal itu.
Ke depan, pelaku bisnis prostitusi diharapkan bisa dijerat. Salah satu caranya melalui revisi UU KUHP yang menjadi hak inisiatif DPR.
”Kami akan perketat bisnis prostitusi dengan merevisi UU KUHP. Nanti pelaku zina bisa dijerat pidana,” kata Arsul Sani, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP, di Jakarta Selasa (12/5).
Menurut Arsul, jerat pidana itu bisa dilakukan dengan memperluas definisi perzinaan. Saat ini, pengertian zina dibatasi pada persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang salah satu atau keduanya terikat dalam perkawinan. Dalam arti lain, jika tidak berada dalam hubungan perkawinan, dua pelaku perzinaan itu secara hukum pidana tidak dianggap zina.
Arsul menilai, dengan definisi yang terbatas tersebut, pekerja seks komersial dengan pihak peminta jasa tidak bisa dijerat dengan KUHP. Karena itulah, Arsul mendorong semua yang terkait dengan bisnis prostitusi bisa dijerat pidana.
”Jadi, tidak hanya bisa dikenakan kepada pelaku yang terikat perkawinan, tetapi pasal 484 ayat 1 RUU KUHP juga mencakup perzinaan antara laki-laki dan perempuan yang keduanya tidak terikat dalam perkawinan,” ujarnya.
Lebih lanjut, kata Arsul, revisi UU KUHP itu akan mengancam pasangan kumpul kebo dengan pidana penjara selama satu tahun yang diatur dalam pasal 488 RUU KUHP. RUU tersebut juga ditujukan bagi pekerja seks komersial yang menjajakan diri di tempat-tempat umum.
”Dalam KUHP yang baru, lokalisasi pelacuran juga bakal digilas dengan menggunakan ketentuan KUHP ini,” tandasnya. (bay/c6/tom)

Tidak ada komentar: