Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Rumput ilalang tumbuh tinggi menutupi kapling
tanah di pojok komplek. Tanah memanjang dengan luas kurang lebih 9 x 21
meter dikelilingi pagar setinggi dada orang dewasa menjadi saksi
penduduk setempat sangat takut poligami.
"Kalau ada yang
poligami, akan ditempatkan di sini. Di bangunkan rumah khusus dan
dikucilkan masyarakat," kata seorang warga Wayan (64) kepada detikcom,
Kamis (13/12/2012).
Inilah desa antipoligami, Penglipuran. Desa
adat ini berada di Desa Kubu, Bengli, Bali. Sebagai tanda antipoligami,
sebuah papan nama tertulis jelas di atas lahan tersebut 'Karang Memadu'.
"Siapa
pun yang poligami akan ditempatkan di Kerang Memadu sampai mereka
memutuskan poligaminya. Sampai hari ini belum ada yang poligami,"
lanjutnya.
Hal ini dikenal dengan awig-awig (aturan adat) desa
berbunyi tan kadadosang madue istri langkung ring asiki yang berarti
warga adat tak boleh beristri lebih dari satu.
Jika ada warga
yang melanggar, maka dia akan disepekang (dikucilkan) dari pemukiman
warga umumnya. Warga menganggap lahan ini kotor atau leteh. "Tidak akan
ditegur, dikucilkan, tidak akan disapa, bekerja di luar desa," cerita
Wayan membeberkan sanksi sosial yang akan diterima jika melanggar hukum
adat tersebut.
Nama desa ini berasal dari kata Pengeling Pura
yang artinya tempat suci untuk mengenang para leluhur. Desa ini berada
di ketinggian 700 mdpl sehingga anginnya cukup sejuk, walaupun matahari
cukup terik.
Dari luar saja, suasana hijau langsung menyergap
mata. Mobil dan motor tak boleh masuk ke dalam desa. Semua kendaraan
parkir di area dekat gapura.
Jalannya terbuat dari batu alam. Di
setiap tepi jalan ditanami rumput hijau dan bunga warna-warni yang
memanjakan mata. Ada kamboja, bugenvil, kembang sepatu, hingga mawar.
Seluruh
rumah di kiri-kanan jalan punya pintu masuk yang serupa. Pintu masuk ke
tiap rumah ini namanya 'angko-angko'. Aslinya, angko-angko dibuat dari
tanah liat. Tak terlalu lebar karena dirancang agar tidak dimasuki
motor. Ada sebuah papan di pinggir angko-angko yang bertuliskan nama
pemilik rumah dan anggota keluarga.
Jalan dari gapura desa
berujung di pertigaan. Menengok ke kiri, jalanan menurun dengan lebih
banyak rumah di kanan-kiri. Melongok ke kanan, trek menanjak akan
menuntun Anda menuju sebuah pura di ujung sana.
Ada sekitar 200 rumah tradisional Bali di desa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar