VIVAnews - Kandidat Ketua Umum Partai Demokrat, Tri
Dianto menyebut demokrasi di tubuh Partai Demokrat telah mati. "Saya
tidak diberi ruang dan dilarang masuk, itu artinya demokrasi di tubuh
Partai Demokrat telah mati," kata Tri Dianto kepada VIVAnews, Sabtu 30 Maret 2013.
Menurut dia, Partai Demokrat yang awalnya menjunjung tinggi demokrasi, kini berbalik anti-demokrasi. "Demokrasi tidak diterapkan. Demokrat kini anti-demokrasi," ujar dia.
Semestinya, SBY tak bisa terpilih secara aklamasi jika dirinya diberikan keleluasaan masuk ke arena KLB. "Tapi saya tidak bisa masuk. Calon yang ada mengundurkan diri," ucapnya.
Menurut Tri Dianto, ratusan pendukungnya dari kalangan DPD dan DPC berbagai daerah yang dikenal Pro-Anas Urbaningrum sangat kecewa. Tri Dianto menyebut para pendukungnya diarahkan dan dipaksa memilih SBY secara aklamasi.
"Bagaimana mereka mau memberikan suara ke saya. Mereka digiring dan dipaksa memilih SBY secara aklamasi," kata Tri Dianto.
Tri Dianto mengaku masih memikirkan langkah berikutnya. Ia akan meminta petunjuk Tuhan dengan cara melakukan shalat istikharah. "Saya coolling down dulu," ujarnya.
SBY KsatriaSementara itu kader Partai Demokrat Ruhut Sitompul menegaskan jika SBY adalah ksatria. Hal itu ditunjukkan dengan kesiapan SBY menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.
"SBY itu ksatria. SBY sudah jadi Presiden tapi mau turun menjabat Ketua Umum. Beliau berkorban," tutur Ruhut usai penetapan SBY menjadi Ketua Umum di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar.
Menurut dia, sesungguhnya SBY tak mau lagi mencampuri terlalu banyak urusan partai. Hanya saja, ketika diberi kepercayaan malah terjadi kegaduhan di internal Partai Demokrat. "Kader diberi kepercayaan kok pecah kongsi, ada kubu-kubu. Saya yakin 100 persen ketika Pak SBY menjadi Ketua Umum akan solid dan elektabilitas Demokrat kembali naik. Kami diajarkan SBY percaya lembaga polling," ujar Ruhut.
Pada kesempatan itu, Ruhut menyampaikan jika SBY merupakan sosok perekat partai. Ia meminta maaf apabila proses penetapan SBY dilakukan secara aklamasi. "Mohon maaf, bukan kami tak ingin voting. Musyawarah mufakat itu juga bagian dari demokrasi," katanya.
"Kalau voting akan menimbulkan money politics. Peristiwa Bandung terjadi lagi. Maka, hati boleh panas, kepala tetap dingin," katanya, menambahkan. Peristiwa Bandung yang ia sebut merupakan kongres yang memenangkan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat. (eh)
Menurut dia, Partai Demokrat yang awalnya menjunjung tinggi demokrasi, kini berbalik anti-demokrasi. "Demokrasi tidak diterapkan. Demokrat kini anti-demokrasi," ujar dia.
Semestinya, SBY tak bisa terpilih secara aklamasi jika dirinya diberikan keleluasaan masuk ke arena KLB. "Tapi saya tidak bisa masuk. Calon yang ada mengundurkan diri," ucapnya.
Menurut Tri Dianto, ratusan pendukungnya dari kalangan DPD dan DPC berbagai daerah yang dikenal Pro-Anas Urbaningrum sangat kecewa. Tri Dianto menyebut para pendukungnya diarahkan dan dipaksa memilih SBY secara aklamasi.
"Bagaimana mereka mau memberikan suara ke saya. Mereka digiring dan dipaksa memilih SBY secara aklamasi," kata Tri Dianto.
Tri Dianto mengaku masih memikirkan langkah berikutnya. Ia akan meminta petunjuk Tuhan dengan cara melakukan shalat istikharah. "Saya coolling down dulu," ujarnya.
SBY KsatriaSementara itu kader Partai Demokrat Ruhut Sitompul menegaskan jika SBY adalah ksatria. Hal itu ditunjukkan dengan kesiapan SBY menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.
"SBY itu ksatria. SBY sudah jadi Presiden tapi mau turun menjabat Ketua Umum. Beliau berkorban," tutur Ruhut usai penetapan SBY menjadi Ketua Umum di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar.
Menurut dia, sesungguhnya SBY tak mau lagi mencampuri terlalu banyak urusan partai. Hanya saja, ketika diberi kepercayaan malah terjadi kegaduhan di internal Partai Demokrat. "Kader diberi kepercayaan kok pecah kongsi, ada kubu-kubu. Saya yakin 100 persen ketika Pak SBY menjadi Ketua Umum akan solid dan elektabilitas Demokrat kembali naik. Kami diajarkan SBY percaya lembaga polling," ujar Ruhut.
Pada kesempatan itu, Ruhut menyampaikan jika SBY merupakan sosok perekat partai. Ia meminta maaf apabila proses penetapan SBY dilakukan secara aklamasi. "Mohon maaf, bukan kami tak ingin voting. Musyawarah mufakat itu juga bagian dari demokrasi," katanya.
"Kalau voting akan menimbulkan money politics. Peristiwa Bandung terjadi lagi. Maka, hati boleh panas, kepala tetap dingin," katanya, menambahkan. Peristiwa Bandung yang ia sebut merupakan kongres yang memenangkan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat. (eh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar