Arbi Anugrah - detikNews
Purbalingga - Hidup ini mungkin dianggap sebagai
perjuangan bagi tiga kakak beradik ini. Meski dalam himpitan ekonomi,
mereka masih mampu bersekolah dan mencari uang untuk menyambung hidup
keluarganya. Indah Sari (17), Supriani Astuti (15) dan Juliah (13) harus
menjadi buruh pembuat bulu mata dan buruh cuci pakaian. Masih ada
adiknya paling kecil, Sayang (5). Ibunya Tarmini (40) yang sudah lima
tahun ini mengalami depresi berat. Sementara sang ayah Winarto (45)
sudah meninggal satu tahun lalu akibat sakit.
Jauh dari Kota
Purbalingga, Jawa Tengah, tepatnya di Dusun Batur, Desa Panusupan,
Kecamatan Rembang daerah yang berada di deretan pegunungangan Ardiwalet
dan berjarak 35 km dari pusat kota, mereka setiap harinya harus bangun
pagi dari tempat tidurnya yang hanya beralaskan kayu tanpa kasur. Mereka
juga harus membersihkan rumah yang hanya berukuran 6 x 5 meter dengan
dinding kayu dan berbilik bambu dan tiga ruangan beralaskan tanah tanpa
MCK serta berdiri di tanah bengkok (tanah milik desa) yang sering bocor
di saat hujan.
Mereka memang bangun pagi sebelum berangkat ke
sekolah di SMP Negeri 4 Rembang yang berjarak sekitar 300 meter. Namun,
hampir setiap pagi itu pula keluarga ini tidak pernah memasak. Mereka
baru memasak dan makan setelah Indah, sang kakak tertua pulang dari
sekolahnya.
"Kalau pagi tidak pernah sarapan, makannya nanti
sepulang sekolah, itupun hanya dua kali siang dan malam, pernah makan
satu kali, itupun malam," kata Indah, Selasa (30/4/2013).
Dari
tungku kayu bakar yang hanya disusun menggunakan tiga buah batu kali
inilah mereka biasa memasak nasi dan membuat sayur singkong yang didapat
dari pohon singkong yang ditanamnya di pekarangan rumah. Setelah
memasak dan makan, ketiga saudara ini harus membuat bulu mata palsu,
aktivitas keseharian yang harus dilakoni ketiga saudara tersebut untuk
menyambung hidup selain menunggu kiriman dari kakak tertuanya Tanto
Purnomo (23) yang saat ini bekerja di bengkel di Kalimantan Timur
sebesar Rp 300 ribu per bulan. Itupun belum dipotong angsuran hutang
sang ibu kepada seseorang sebesar Rp 100 ribu.
"Kalau membuat
bulu mata palsu dapatnya Rp 10 ribu itupun selama dua hari membuatnya.
Kalau kami bertiga berarti dapatnya Rp 30 ribu. Kadang juga suka mencuci
pakaian tetangga, tapi tidak tentu, jika mengandalkan uang dari Mas
Tanto tidak cukup," jelas Indah yang mempunyai cita-cita menjadi atlet
bulutangkis.
Bahkan, tidak jarang Indah harus mengutang ke warung
jika sudah tidak mempunyai uang untuk membeli beras maupun sayur.
Walaupun kadang, Indah mengaku pernah mendapatkan beras untuk orang
miskin (Raskin). "Pernah tidak punya beras, hutang ke warung dan
bayarnya nanti menunggu kiriman Mas Tanto, tapi sekarang sudah tidak
pernah utang lagi," ujarnya.
Meski hidup dalam kesusahan, ketiga
kakak beradik ini ternyata memiliki prestasi di sekolahnya. Indah yang
saat ini sudah selesai mengikuti Ujian Nasional (UN) pernah masuk
ranking 10 besar. Dia pun mengaku ingin melanjutkan pendidikannya ke
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan mengambil jurusan Akuntansi.
Sedangkan
Supriani yang bercita–cita menjadi atlet tenis meja ini pernah
menjuarai perlombaan tenis meja tingkat kabupaten dengan mendapatkan
juara dua. Sedangkan Juliah adik keempatnya yang juga satu sekolah
dengan kedua kakaknya ini pernah mendapatkan ranking lima.
Kepala
Sekolah SMP Negeri 4 Rembang, Sumarno mengatakan ketiga anak didiknya
memang berprestasi di sekolahnya, bahkan pernah mendapatkan beasiswa
dari program Beasiswa Siswa Miskin (BSM). Pihaknya juga mengaku jika
siswa-siswa yang bersekolah di sekolahnya tidak dipungut biaya, bahkan
untuk ketiga siswinya tersebut pihak guru sering membantu ekonomi mereka
dengan cara iuran.
"Mereka anak berprestasi, dalam kegiatan
belajar mengajar bisa melaksanakan dengan baik, walaupun beberapa kali
sempat berhenti sekolah, hanya mungkin terbentur kondisi keluarganya
saja. Ayahnya meninggal dan ibunya depresi. Kadang guru-guru membantu
dengan menyisihkan sebagian untuk dia," kata Sumarno saat mengunjungi
rumah Indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar