INILAH.COM,
Jakarta - Ketua KPK Abraham Samad mengaku kalau koruptor kelas tinggi
tidak pernah menghuni sel tahanannya. Setelah maghrib, mereka kembali ke
rumah dan balik saat subuh.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meragukan fungsi lembaga pemasyarakatan ataupun rumah tahanan bisa memberikan efek jera bagi para terpidana koruptor.
Ketua KPK Abraham Samad beranggapan, hal itu dikarenakan masih bobroknya sistem yang dilakukan oleh oknum yang berada di Lapas ataupun Rutan tempat koruptor tersebut berada.
Abraham beralasan, kekuatan finansial yang masih dimiliki para koruptor itulah yang menjadi salah satu alat penghancur sistem yang seharusnya bisa membuat mereka jera melakukan korupsi.
Abraham menjelaskan, modusnya adalah saat maghrib selesai, para koruptor berduit ini langsung kembali ke rumahnya. Begitu subuh, mereka datang karena akan ada apel pagi. Sehingga terhitung mereka absen dan dianggap ada di sel tahanan.
“Coba pantau di Lapas itu koruptor itu ada atau tidak,“ kata Abraham, Jakarta, Kamis (9/5/2013).
Abraham pun kemudian beralasan, itulah yang membuat pihaknya membuat Rutan yang dipantau langsung oleh pihak KPK. Hal itu dikarenakan mereka bisa menangkis upaya pembelian agar mereka bisa kembali ke rumah mereka.
Doktor Hukum ini pun pesimis ketika pada akhirnya nanti para koruptor tersebut harus menjalani masa penahanan di Lapas ataupun rutan selain yang ada di KPK.
“Kalau dia sudah berada di luar Rutan KPK, saya tidak bisa menjamin dia akan tetap berada disana. Inilah yang dilakukan koruptor kelas wahid,“ tegasnya.
Dengan kondisi ini, jadi wajar koruptor tidak pernah jera untuk berbuat korupsi lagi.
"Jadi meskipun 20 tahun dia dihukum tapi kondisi LP seperti itu tidak akan perubahan dalam hidupnya,“ tandasnya. [gus]
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meragukan fungsi lembaga pemasyarakatan ataupun rumah tahanan bisa memberikan efek jera bagi para terpidana koruptor.
Ketua KPK Abraham Samad beranggapan, hal itu dikarenakan masih bobroknya sistem yang dilakukan oleh oknum yang berada di Lapas ataupun Rutan tempat koruptor tersebut berada.
Abraham beralasan, kekuatan finansial yang masih dimiliki para koruptor itulah yang menjadi salah satu alat penghancur sistem yang seharusnya bisa membuat mereka jera melakukan korupsi.
Abraham menjelaskan, modusnya adalah saat maghrib selesai, para koruptor berduit ini langsung kembali ke rumahnya. Begitu subuh, mereka datang karena akan ada apel pagi. Sehingga terhitung mereka absen dan dianggap ada di sel tahanan.
“Coba pantau di Lapas itu koruptor itu ada atau tidak,“ kata Abraham, Jakarta, Kamis (9/5/2013).
Abraham pun kemudian beralasan, itulah yang membuat pihaknya membuat Rutan yang dipantau langsung oleh pihak KPK. Hal itu dikarenakan mereka bisa menangkis upaya pembelian agar mereka bisa kembali ke rumah mereka.
Doktor Hukum ini pun pesimis ketika pada akhirnya nanti para koruptor tersebut harus menjalani masa penahanan di Lapas ataupun rutan selain yang ada di KPK.
“Kalau dia sudah berada di luar Rutan KPK, saya tidak bisa menjamin dia akan tetap berada disana. Inilah yang dilakukan koruptor kelas wahid,“ tegasnya.
Dengan kondisi ini, jadi wajar koruptor tidak pernah jera untuk berbuat korupsi lagi.
"Jadi meskipun 20 tahun dia dihukum tapi kondisi LP seperti itu tidak akan perubahan dalam hidupnya,“ tandasnya. [gus]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar