Oleh : desk informasi
Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam hari ini, Minggu (12/5), mewakili
pemerintah menghadiri upacara Peringatan 15 tahun Tragedi Trisakti 12
Mei 1998 di depan Monumen Reformasi di Gedung Syarif Tayib, kampus A
Universitas Trisakti, Jakarta.
Peringatan Tragedi Trisakti
diawali Upacara Pengibaran Bendera Setengah Tiang, dipimpin Mochammad
Iwan dan Prof DR Thoby Mutis, Rektor Universitas Trisakti, selaku
pembina upacara, dan diikuti oleh ratusan civitas akademika Trisakti
yang terdiri dari para dosen, karyawan, pengurus/fungsionaris
organisasi mahasiswa. Para dosen menggunakan baju hitam putih, dan
mahasiswa menggunakan jaket almamater.
Upacara ditutup dengan
doa bagi empat pahlawan reformasi, Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto,
Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie.
Para peserta kemudian napak
tilas dan tabur bunga di tempat-tempat para pahlawan reformasi gugur,
dan berakhir dengan tabur bunga di Monumen Reformasi.
Saat
napak tilas suasana menjadi haru karena sebagian besar keluarga korban
menangis, selain itu alunan musik dari marching band yang memainkan
lagu lagu Gugur Bunga semakin menambah keharuan napak tilas.
Seskab Dipo Alam bersama istri bergantian turut menabur bunga. Seskab
Dipo Alam hadir mewakili pemerintah, dan menyampaikan pesan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengenai penghormatan serta rasa bangga
kepada keluarga besar pahlawan reformasi. Presiden SBY telah
menganugerahi keempat mahasiswa Trisakti yang gugur dengan gelar
Pahlawan Reformasi.
Tragedi Trisakti adalah peristiwa
penembakan, pada 12 Mei 1998, terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi
menuntut Presiden Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini
menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta, serta
puluhan lainnya luka.
Keempat mahasiswa Trisakti tersebut
adalah: Elang Mulia Lemana (jurusan Arsitektur angkatan 1996), Hafidin
Royan (jurusan Teknik Sipil angkatan 1996), Hendriawan (jurusan
Manajemen angkatan 1996), dan Heri Hartanto (jurusan Teknik Mesin
angkatan 1996) gugur dalam rangka menegakkan reformasi di Indonesia.
Di tempat yang sama, Sabtu (11/5) malam, mahasiswa menggelar Malam
Gelora Peringatan "15 TAHUN TRAGEDI 12 MEI 1998", yang antara lain diisi
dengan nonton film dokumenter, doa bersama dan peletakan lilin di
tugu.
Pada Sabtu (11/5) siang sejumlah mahasiswa Trisakti
melakukan aksi damai di Bundaran HI, Jakarta. Mereka menuntut kepada
pemerintah untuk segera mengusut tuntas kasus pelanggran HAM yang
menewaskan 4 Mahasiswa Trisakti, dan meminta agar 12 Mei diperingati
sebagai Hari Reformasi Nasional.
Rektor Universitas Trisakti
Prof. Dr. Thoby Mutis pada 8 Mei lalu berziarah ke Makam Pahlawan
Reformasi Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto (TPU Tanah Kusir,
Jakarta), dan Hendriawan Sie (TPU Al Kamal Jakarta).
Buku Putih
Menjawab tuntutan mahasiswa agar pemerintah menuntaskan kasus ini, Dipo
Alam mengatakan bahwa Pemerintah Presiden SBY terus berupaya
mengungkapnya.
"Kebetulan kami ditugaskan bersama Wantimpres
(Dewan Pertimbangan Presiden), Albert Hasibuan, dan pihak Trisakti akan
ada pertemuan membahas hal ini," katanya.
Dipo Alam
menegaskan, proses demokrasi yang membawa reformasi tahun 1998 sesuatu
yang irreversible (tak terbalikkan). "Tidak mungkin kita balik lagi.
Kita semua, juga para orangtua, tentu memaafkan. Tapi kita tidak boleh
lupa perjuangan mereka yang mengantar Indonesia sekarang menikmati
reformasi," tandas Dipo.
Buah dari perjuangan reformasi, lanjut
Dipo, dalam praktik demontrasi saat ini aparat tidak diperbolehkan
menggunakan peluru tajam.
"Peluru tajam hanya boleh diguakan
kalau menghadapi perusuh yang membawa senjata, melawan, seperti teroris
ataupun separatis," kata Dipo.
Sementara itu Rektor Universitas
Thoby Mutis mengatakan, peristiwa 12 Mei 1998 menumbuhkan semangat
tali persaudaraan dan menggiatkan upaya yang berkaitan dengan
kebangkitan demokrasi dan HAM.
"Mereka yang jadi martir telah
berkorban untuk demokrasi yang bermartabat. Dan sekarang kita memiliki
harapan, orang Latin bilang esperanza dan ajinuento atau
penyesuaian-penyesuaian yang membangkitkan semangat kita semua," kata
Thoby.
Thoby memberi contoh, sekarang mahasiswa bebas melakukan demontrasi dan menyampaikan pendapatnya tanpa takut ditangkap.
Tentang penuntasan kasus Trisakti, Thoby mengatakan bahwa dulu pernah
ada peradilan. Kalau masih ada pihak yang meragukan, kaat Thoby, perlu
pembicaraan lagi dengan pemerintah, Komnas HAM, kepolisian.
Ia
juga menerangkan setelah tragedi tersebut, Trisakti mengadakan mata
kuliah Kebangkitan, Demokrasi, dan HAM yang wajib diikuti oleh
mahasiswa-mahasiswa Trisakti.
Thoby berharap akan segera
dibentuk peradilan yang benar-benar adil untuk kasus-kasus HAM. "Ini
bisa kita angkat baik-baik supaya jadi terang, yang penting bagi
generasi yang akan datang bukan hanya generasi sekarang," katanya.
Sementara Dipo Alam menyarankan Rektor Universitas Trisakti untuk
membuat Buku Putih. "Biar sejarah melihat, anak-anak muda melihat, bahwa
telah terjadi sesuatu pada 12 Mei 15 tahun lalu. White paper itu akan
jadi pegangan kita apa yang terjadi," kata Dipo Alam. (WID/Humas Setkab/ES)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar