VIVAnews –
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Jumat 24 Januari 2014,
meminta Erwiana Sulistyaningsih tak dihadirkan secara langsung dalam
persidangan kasus penganiayaan oleh majikannya di Hong Kong. LPSK
berharap persidangan dapat dilakukan melalui teleconference.
Dalam persidangan yang akan digelar di pengadilan Hong Kong itu, Erwiana Sulistyaningsih, tenaga kerja wanita asal Indonesia yang menjadi korban penyiksaan majikannya, rencananya akan dihadirkan sebagai saksi korban untuk dimintai keterangan.
Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, mengatakan sebaiknya Erwiana tidak perlu dihadirkan langsung. Pasalnya, dalam persidangan tersebut Erwiana pasti akan bertemu dengan orang yang telah menganiayanya, yakni mantan majikan dia.
“Yang kami khawatirkan adalah jika kedua belah pihak, antara pelaku dan korban, bertemu. Ini bisa menimbulkan trauma dalam diri korban,” kata Edwin di Rumah Sakit Islam (RSI) Amal Sehat, Sragen, Jawa Tengah, tempat Erwiana saat ini dirawat.
Dalam persidangan yang akan digelar di pengadilan Hong Kong itu, Erwiana Sulistyaningsih, tenaga kerja wanita asal Indonesia yang menjadi korban penyiksaan majikannya, rencananya akan dihadirkan sebagai saksi korban untuk dimintai keterangan.
Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, mengatakan sebaiknya Erwiana tidak perlu dihadirkan langsung. Pasalnya, dalam persidangan tersebut Erwiana pasti akan bertemu dengan orang yang telah menganiayanya, yakni mantan majikan dia.
“Yang kami khawatirkan adalah jika kedua belah pihak, antara pelaku dan korban, bertemu. Ini bisa menimbulkan trauma dalam diri korban,” kata Edwin di Rumah Sakit Islam (RSI) Amal Sehat, Sragen, Jawa Tengah, tempat Erwiana saat ini dirawat.
Jarak Jauh
Edwin berpendapat, akan jauh lebih baik jika Erwiana diizinkan memberikan keterangan lewat telekomunikasi jarak jauh (teleconference).
Dengan demikian, kesaksian TKW asal Ngawi Jawa Timur itu bisa diberikan
dari jarak jauh tanpa harus bertemu lagi dengan bekas majikannya.
LPSK belum tahu apakah mekanisme sidang melalui teleconference bisa dilakukan dalam persidangan di pengadilan Hongkong. Cara sidang seperti itu memang diperbolehkan di Indonesia, namun belum tentu bisa dilakukan di negara lain.
“Kalau di Indonesia, sidang melalui teleconference boleh dan diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Tapi karena kita sekarang berhadapan dengan hukum negara lain, kita lihat dulu mekanisnme via teleconference apakah ada di Hongkong atau tidak,” ujar Edwin. (ren)
LPSK belum tahu apakah mekanisme sidang melalui teleconference bisa dilakukan dalam persidangan di pengadilan Hongkong. Cara sidang seperti itu memang diperbolehkan di Indonesia, namun belum tentu bisa dilakukan di negara lain.
“Kalau di Indonesia, sidang melalui teleconference boleh dan diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Tapi karena kita sekarang berhadapan dengan hukum negara lain, kita lihat dulu mekanisnme via teleconference apakah ada di Hongkong atau tidak,” ujar Edwin. (ren)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar