Edward Febriyatri Kusuma - detikNews
akarta - Polisi cepek, itu nama pemberian orang-orang
yang konon dengan baik hati membantu kendaraan berputar balik atau
menyeberang. ‘Cepek’ karena para pengendara waktu itu memberikan
polantas wannabe tersebut uang recehan Rp 100 rupiah atas jasa mereka.
Seiring
waktu, jumlah polisi cepek ini sepertinya semakin bertambah dalam
menjaga putaran balik, pertigaan maupun perempatan di jalan-jalan
ibukota. Walaupun saat ini uang yang mereka minta atau harapkan sudah
bukan Rp 100 lagi, mereka tetap disebut polisi cepek.
Keberadaan
mereka bukan tanpa masalah. Ada yang merasa terbantu, tapi ada juga yang
merasa keberadaan polisi cepek justru membuat jalan-jalan makin macet.
Bahkan kadangkala ada juga polisi cepek yang meminta uang ke pengendara
dengan paksaan. Jika tidak diberi, ada saja ulah mereka. Mulai dari
makian, umpatan, maupun membaret mobil dengan paku.
"Kita sendiri
juga terbantu tapi terkadang ada juga yang buat perkara tetapi kita
tidak bisa tindak karena bukan wewenang kami. Kalaupun dilegalkan tidak
bisa juga permasalahan ini harus diselesaikan saling berkaitan," tutur
Kasat Lantas Polres Jakarta Timur AKBP Haris kepada detikcom, Selasa
(27/1/2015).
Haris mengatakan polisi cepek atau yang juga kerap
dipanggil pak ogah ini sering beroperasi di putaran balik di depan
tempat uji KIR Ujung Menteng. Gara-gara aksi mereka, jalanan yang padat
kian macet sehingga polisi menutup putaran itu.
"Kalau dulu tiap
pagi itu selalu macet karena banyak kendaraan yang hendak uji KIR dan
pak ogah. Sekarang ini sudah kita tutup dan justru malah lebih lancar,"
ujarnya.
Tidak hanya masalah kemacetan yang bisa timbul karena
polisi cepek atau pak ogah ini. Beberapa keributan yang berujung dengan
bentrokan antar kelompok sering dikaitkan dengan perebutan putaran
balik, seperti tawuran Pasar Rumput dan tawuran Manggarai.
Bagaimana Pak Ahok?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar