BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Sabtu, 14 Mei 2011

Bambang Widjojanto: Saya Merasa Geram Aset Negara Dirampas

RMOL. Penyelesaian sengketa Universitas Trisakti (Usakti) tidak dapat dilakukan melalui pendekatan normatif. Tapi harus menyentuh persoalan subtansial, yakni adanya dugaan korupsi dan kapitalisasi institusi pendidikan.

“Ada dua isu fundamental dari perampasan Usakti, yakni dugaan korupsi dan kapitalisasi institusi pendidikan. Sebab, dasar hukum yang digunakan Yasasan Trisakti yaitu Surat Keputusan Men­teri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 281/u1979 Tanggal 31 Desember 1979 cacat hukum dan sarat nuansa ko­rup­si,’’ ungkap aktivis hukum yang vo­kal, Bambang Widjo­janto, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

“Masa seorang menteri tiba-tiba menyerahkan aset negara kepada pihak swasta yang nggak ada hubungannya dengan negara. Ini kan kejahatan luar biasa dan sarat dugaan korupsi,” tam­bahnya.

Melihat hal itu, makanya Bambang Widjojanto merasa ge­ram, dan bersedia menjadi penga­cara Universitas Trisakti.

“Hati saya merasa tergelitik saja, kok aset negara diserahkan ke segelintir orang. Ini tidak benar, negara dirugikan,’’ tambah Koordinator Tim Kuasa Hukum Usakti itu.

Menurut bekas calon Ketua KPK tersebut, pengalihan aset dan kewenangan Usakti kepada Yayasan Trisakti berkaitan dengan kapitalisasi institusi pen­didikan. Sebab, sejumlah pihak yang tergabung dalam Yayasan Trisakti juga memiliki uni­versitas.

“Jika eksekusi tersebut dilak­sanakan, saya yakin Usakti akan didekonstruksi dan didelegiti­masi. Sebab, pemiliknya melaku­kan kapitalisasi pendidikan,” ucap aktivis vokal ini.

Berikut kutipan selengkapnya:

Kenapa Anda bilang SK Men­­dikbud itu cacat hukum?
Berdasarkan Surat Kemente­rian Pendidikan Nasional kepada pimpinan Universitas Trisakti Nomor 120/b/ll/2010 Tanggal 17 Maret 2010, SK tersebut telah dinyatakan tidak berlaku karena kadaluarsa. Surat Menteri Pen­didi­kan Nomor 94/mpn/lk/2008 Tanggal 30 Juni 2008 juga me­nyatakan “... keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 281/u/1979 merupakan keputusan yang cacat hukum dan substansinya yang menyangkut aset tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena berten­tangan dengan Indische Com­ptabiliteit Wet.”

Jadi dapat disimpulkan, putu­san MA Reg. No.410k/pdt/2004 dan Reg. No.821k/pdt/2010 yang menyatakan, Yayasan Trisakti (Penggugat) adalah pembina, pengelola badan penyelenggara dari Universitas Trisakti adalah putusan yang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, se­hingga tidak mempunyai kekua­tan eksekutorial.

Tapi yayasan berpendapat SK Mendikbud itu sebagai da­sar hukum untuk mengelola Usakti?
Yang ditulis Menteri Sudibyo saat itu, bukan cuma memper­tanyakan proses pengalihan aset. Pak Menteri mengetahui dan mengakui kalau SK itu ber­ma­salah. Makanya mengeluarkan Su­rat Kementerian Pendidikan Nasional Nomor 120/b/ll/2010 Tanggal 17 Maret 2010, yang menyatakan SK Nomor 281/u/1979 sudah tidak berlaku. Jadi, Yayasan Trisakti sudah tidak dapat menjadikan SK tersebut sebagai dasar hukum.

Tapi mengapa hakim meme­nangkan Yayasan Trisakti?
Itulah saya herannya. Kenapa ha­kim memenangkan pihak yaya­san, padahal sudah terang benderang landasan hukum itu sudah dipatahkan oleh keputusan menteri. Ini berarti ada putusan hakim yang keliru. Makanya kami melaporkan ke KY agar hakim yang menangani perkara ini diperiksa.
  
 Eksekusi mau dilakukan, apa yang Anda lakukan?
Kami minta agar jangan dila­kukan eksekusi. Sebab, kami  prihatin dengan putusan dan pri­laku hakim.  Apa­lagi, per­kara ini belum berkekuatan hu­­­kum tetap. Kami kan ma­sih melaku­kan Peninjauan Kembali (PK).
   
Apa Anda yakin me­nang, se­dang­­­­kan di kasasi juga kalah?
 Ya, yakin. Dari sejarah ke­lahiran Univer­sitas Trisakti jelas bahwa Yayasan tidak mendirikan universitas itu.

Memang bagaimana awal pem­bentukan yayasan terse­but?
Yayasan Trisakti didirikan satu tahun setelah pembukaan univer­sitas. Jadi, yayasan itu sama sekali nggak ada hubunganya aset dan kekayaan universitas. Pem­bentukan yayasan didasarkan pada SK Mendikbud, Daoed Yoe­soef, Nomor 0281/u/1979 Tang­gal 31 Desember 1979 ten­tang Penyerahan Pembinaan dan Pengelolaan Universitas Trisakti dengan beberapa syarat tertentu.

Apa saja syaratnya?
Salah satu syaratnya, yayasan harus membentuk panitia penye­rahan pembinaan dan pengelo­laan. Namun, syarat itu ternyata gagal dilaksanakan.Kesimpulan telah gagal dilaksanakan didasar­kan atas kesaksian Prof. Soekisno Hadikoemoro, ketua merangkap anggota dari tim tersebut.

Prof Seokisno menyatakan, “...dalam melak­sanakan tugas, kepanitian tidak berjalan sebagai­mana mesti­nya. Sehingga dilam­paui batas waktu yang ditetapkan yakni 1 tahun terhitung mulai ber­lakunya ke­putusan tersebut atau tanggal 31 Desember 1980. Untuk mela­ku­kan penyerahan pembinaan dan pengelolaan Uni­versitas Tri­sakti... belum/tidak dapat di­se­lesaikan.”

Artinya, Anda ingin me­nya­takan bahwa yayasan tidak me­miliki hak atas universitas itu?
Sejak awal yayasan memang tidak memiliki kaitan apapun dengan universitas. Usakti lahir saat situasi negara dalam keadaan darurat. Awalnya, universitas itu bernama Res Publica atau Ureca yang bernaung di bawah Yayasan Baperki (Badan Permusya­wara­tan Kewarganegaan Indonesia (Baperki) yang bera­filiasi ke ko­munis.

Kemudian, Brigjen TNI Syarif Tha­yeb, Menteri Perguruan Tinggi Forum Komunikasi Kar­ya­wan Uni­versitas Tri­­sakti me­nilai, pengam­bilalihan Uni­ver­­sitas Tri­sakti (Usakti) oleh Yaya­san Trisakti tidak da­pat dilaksa­nakan. Selain ber­dampak besar terhadap maha­siswa dan karya­wan, eksekusi tersebut juga melanggar hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM). 

Dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) mengeluarkan Keputu­san Men­teri Nomor 01/dar/tahun 1965 tanggal 11 Oktober 1965 tentang penutupan semen­tara perguruan tinggi (swasta) yang langsung atau tidak lang­sung membantu gerakan petua­langan atau kontra revolusioner G30S PKI. Keputu­san itu me­nya­takan, ada 24 per­guruan tinggi swasta, termasuk Univer­sitas Res Publica Jakarta, ditu­tup untuk sementara waktu.

Berdasarkan surat Keputusan Menteri Nomor 09/dar/Tahun 1965, 18 oktober 1965 jo Nomor 12/dar/Tahun 1965, Menteri PTIP membentuk tim persiapan pem­bukaan kembali Universitas Res Publica yang diperbaiki oleh Keputusan Menteri Nomor 012/dar/Tahun 1965 Tanggal 13 November 1965.

Lalu, dalam Keputusan Men­teri Nomor 13/dar/tahun 1965, Tanggal 15 November 1965, Menteri PTIP mengganti nama Universitas Res Publica menjadi Uni­versitas Trisakti dan pem­ben­tukan presidium sementara yang membawahi Univeritas Trisakti. Pada 19 November 1965 Univer­sitas Res Publica dibuka kembali dan bernaung di bawah nama Universitas Trisakti.

Apa keinginan Anda itu di­res­pons pemerintah agar Usakti diserahkan ke negara?
Seharusnya pemerintah meres­pons. Sebab, aset dan seluruh in­fratrukturnya adalah milik negara. Jadi, sudah selayaknya di­kembalikan kepada negara. Harusnya, Trisakti itu sama dengan Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada dan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) lainnya. Bedanya, Usakti didiri­kan dalam keadaan darurat se­hingga prosesnya berbeda.

Menurut saya, publik pun akan mendukung pengembalian aset dan kebebasan kampus itu ke­pada negara. Sebab, Yayasan Trisakti sama sekali tidak ber­hubungan dan berkaitan dengan negara.   [RM]

Tidak ada komentar: