Jakarta (ANTARA News) - Intelijen negara perlu diperkuat agar mampu mengantisipasi setiap pergerakan domestik maupun internasional yang mengancam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan terutama  di tengah ancaman terorisme dan radikalisme.

Sekretaris FPKB DPR RI  M. Hanif Dhakiri mengemukakan hal itu, Sabtu, ketika menanggapi wacana pembahasan RUU Intelijen di Jakarta.

Menurut Hanif, kemajuan suatu negara harus diiringi dengan kecanggihan aparat intelijen untuk mengantisipasi tantangan perubahan dalam masyarakat, baik lokal, nasional maupun global.

"Intelijen yang kuat itu sebuah keharusan tapi juga harus dikontrol. Kalau tidak bisa dikontrol, intelejen berpotensi melanggar hak asasi manusia", kata Hanif.

Mekanisme evaluasi dan pengawasan terhadap kinerja badan intelejen karenanya perlu jelas, baik pengawasan internal maupun pengawasan oleh parlemen.

Dalam pandangannya, beberapa isu dasar dalam draft RII Intelijen Negara harus segera diselesaikan dengan jernih.  Mulai dari soal definisi intelijen, kewenangan penangkapan, penyadapan, kerahasiaan informasi, struktur badan intelejen.

Anggota Komisi X DPR RI itu juga mengemukakan, jika berpikirnya soal memperkuat intelijen saja, dikuatirkan intelejin jadi semena-mena dan tidak sinkron dengan alam demokrasi. Inteligen, ujarnya, bisa jadi alat penguasa untuk membunuh hak-hak demokrasi rakyat. Sementara kalau fokusnya pada  konteks negara demokrasinya saja, maka boleh jadi intelijen kita tidak akan pernah kuat  karena sedikit-sedikit takut melanggar HAM sehingga intelijen kita bisa jadi tak berfungsi.

Hanif yang juga Ketua Umum DKN Garda Bangsa  mengingatkan bahwa intelijen merupakan alat negara, bukan alat penguasa. "Dengan demikian setiap orotitas maupun kewenangan yang diberikan kepadanya haruslah untuk kepentingan negara," katanya.