Jakarta (ANTARA News) - Pers menjalankan perannya bagi kepentingan publik, bahkan menjadi harapan rakyat banyak, dan dapat mencegah disobidience, yakni pengabaian perintah atau peraturan negara melibatkan massa, kata Ketua Dewan Pers, Bagir Manan.

"Praktik disobidience ini bisa terjadi di mana saja, seperti yang belum lama terjadi di Inggris. Pers bisa berperan mencegah hal ini berlangsung atau melebar lebih jauh. Namun, pemerintah, parlemen dan lembaga hukum jauh lebih berperan mencegahnya," ujarnya dalam Silaturahmi dan Diskusi "Kondisi Bangsa di Mata Tokoh Pers", di Jakarta, Kamis.

Guru Besar Ilmu Hukum dari Universitas Padjajaran (Unpad), Bandung, Jawa Barat, tersebut menilai bahwa dalil penyelenggaraan negara senantiasa menempatkan fungsi lembaga eksekutif diharapkan paling kuat untuk memenuhi harapan rakyat.

"Kalau di Indonesia, tentu saja rakyat mengharapkan pemerintah dapat mewujudkan cita-cita bangsa yang ada di pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Secara aktual rakyat mengharapkan negara dan kehidupan bangsa yang demokratis, berjalannya hukum atau rule of the law, dan berkeadilan sosial," katanya.

Hanya saja, Ketua Mahkamah Agung (MA) periode 2001-2008 itu berpendapat, banyak hasil amandemen UUD 1945 yang justru di luar kehendak para pendiri bangsa Indonesia, antara lain menyangkut sistem tata negara tetap presidensil yang parlementer, dan sistem pemilu proporsional menitikberatkan kekuatan partai politik.

"Sejumlah hal di Undang-Undang Dasar model baru semacam ini menempatkan presiden bisa sulit membuat kabinet kerja atau zaken cabinet. Presiden bisa dipengaruhi kepentingan menteri yang perpanjangan tangan partai politik. Dalam hal ini presiden harus strong position, berani mengambil posisi yang kuat untuk memenuhi cita-cita bangsa," katanya.

Bilamana proses demokrasi, praktik hukum dan keadilan sosial tertatih-tatih, ia menilai, rakyat banyak tidak salah jika mengharapkan pers menjalankan fungsi kontrolnya semakin keras. "Saat ini peran ini telah dijalankan pers nasional, sekalipun rasanya belum banyak mendapat tanggapan dari pihak-pihak yang harus menjalankannya," demikian Bagir Manan.

Wakil Pemimpin Umum Kompas, Stanislaus Sularto, dalam diskusi tersebut berpendapat bahwa pers nasional saat ini menempatkan posisinya menempatkan opini publik secara aktual, yakni ibarat bait terakhir lagu Ibu Pertiwi bahwa "Ibu Pertiwi sedang lara, merintih dan berdoa."

"Pers nasional secara umum selalu menempatkan kepentingan rakyat. Banyak kritik yang disampaikan media massa, sekalipun tidak mempan bagi kalangan yang berkepentingan, terutama bagi politisi," katanya.

Ia mengemukakan, pers nasional belakangan ini banyak mengungkap kasus penyelewengan yang terjadi di pemerintahan, parlemen maupun penegak hukum untuk tujuan baik. Bahkan, ruang pemberitaan di media massa terasa belum cukup untuk menanggapi keluhan masyarakat kebanyakan, yang di antara mereka cukup putus asa menghadapi ketidakberesan di negeri ini.

"Pers saat ini senantiasa berupaya mengetuk nurani semua pihak. Pers terus mengetuk dan mengetuknya, karena Ibu Pertiwi memang sedang bersusah hati, lara dan berdoa. Ini fakta dari rakyat yang harus diberi tempat oleh media massa," demikian St. Sularto.