BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 12 September 2012

Dana Bantuan Hukum Si Miskin Diusulkan Menjadi 63 Miliar

RMOL. Anggaran bantuan hukum bagi rakyat miskin tahun 2013 sebesar Rp 50 miliar dinilai masih kurang. Oleh karena itu Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengusulkan tambahan Rp 13 miliar.
Pasca diundangkannya Un­dang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, negara berkewajiban memberi­kan jaminan bagi masyarakat mis­kin dan terpinggirkan untuk mendapat keadilan melalui jalur hukum formal secara merata di seluruh Indonesia.
Jaminan tersebut diwujudkan melalui dukungan anggaran  un­tuk memenuhi hak-hak konstitusi kelompok miskin. yang terjerat masalah hukum.
“Bantuan Hukum bagi rakyat mis­kin sangat urgen dan dibutuh­kan. Untuk mendapat akses ke­adi­lan, bukanlah monopoli orang berduit saja, di mana mereka bisa menyewa pengacara dengan bia­ya mahal,” kata Sekjen Kemen­terian Hukum dan HAM (Ke­men­kumham) Bambang Rantam Sariwanto di Jakarta, kemarin.
Saat ini, anggaran yang sudah disetujui DPR sebesar Rp 50 mi­­liar. Anggaran itu ditem­pat­kan di Badan Pembinaan Hu­kum Na­sional (BPHN) Kemen­kumham. Na­mun, anggaran itu dinilai ku­rang. Makanya, lem­ba­ga yang di­komandoi Amir Syam­suddin meminta tambahan men­jadi Rp 63 miliar.
“Kemenkumham meminta tambahan totalnya Rp 129 miliar untuk 21 satuan kerja baru, ban­tuan bantuan hukum dan meng­atasi over kapasitas di Lapas dan Rutan. Kemhukham pada APBN 2013 dianggarkan Rp 7,27 triliun,” ungkapnya.
Kepala BPHN Wicipto Setiadi mengatakan, definisi kemiskinan sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah. Tanpa memandang bu­lu, jika seseorang miskin dan ter­sangkut masalah hukum wajib diberikan bantuan.
“Prinsipnya miskin. Dulu kaya dan sekarang miskin, secara nor­ma kemungkinan bisa (mendapat bantuan),” katanya.
Dijelaskan, Kemenkumham hanya penyalur dana bantuan hukum kepada organisasi-organi­sasi yang akan memberikan ban­tuan hukum kepada masyarakat miskin pencari keadilan.
Yang menjadi kekhawatiran pemerintah yaitu anggaran itu menjadi incaran sebagai objek proyek. Nantinya akan muncul lem­baga-lembaga baru yang mem­­bawa bendera lembaga ban­tuan hukum. “Makanya kemen­terian akan melakukan verifikasi dan akreditasi kepada semua lembaga yang mengajukan pro­posal permintaan dana bantuan hukum,” tandasnya.
Anggota Komisi III DPR Ah­mad Yani mengatakan, fraksi par­tai persatuan pembangunan me­nyetujui tambahan anggaran yang diajukan untuk program bantuan hukum sebesar Rp 63 mi­liar. Penambahan ini meru­pakan kon­sekuensi logis dari Un­dang-Un­dang Bantuan Hukum yang meng­alihkan layanan ban­tuan hukum tersebut dari Mah­kamah Agung (MA) ke Kemen­kumham.
“Saya menyetujui anggaran tersebut, begitu juga Fraksi PPP,” kata Ahmad Yani dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR, kemarin.
Namun, Yani menilai alokasi ang­garan bagi program bantuan hukum tersebut masih sangat kecil. Bila memang pemerintah se­rius memberi bantuan hukum bagi masyarakat miskin seharus­nya anggaran tersebut ditingkat­kan. “Sehingga kasus seperti te­wasnya kakak beradik di tahanan polisi di Sijunjung tidak terulang lagi,” ujarnya.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat (F-PD) Subyakto meminta Kemen­kumham untuk membuat road map dan grand design konsep pos bantuan hukum bagi masyarakat miskin yang bermasalah dengan hukum. Dengan dialihkannya pe­layanan bantuan hukum dari MA kepada Kemenkumham diharap­kan rakyat bisa mendapatkan pe­la­yanan lebih baik. “Tahun depan jangan sampai pelayanan tidak lebih baik dari pada di bawah MA,” ujar Subyakto.
Idealnya, Yang Dibutuhkan Ratusan Miliar
Alvons Kurnia Palma, Ketua YLBHI
Usulan tambahan bantuan hu­kum bagi rakyat miskin  men­jadi Rp 63 miliar tidaklah cu­kup. Angka yang pas sesuai de­ngan realitasnya yang dibu­tuh­kan haruslah ratusan miliar.
Pasalnya, anggaran itu akan digunakan untuk penanganan kasus di seluruh tanah air dari ibu­kota sampai ke tingkat kabu­paten/kota. Bila dibandingkan dengan dana pendampingan hu­kum bagi lembaga negara yang besarannya mencapai ratusan triliun, angka itu tidaklah ada apa-apanya.
Meski begitu niatan Kemen­kumham itu sebuah langkah maju bagi perhatian negara ter­hadapk masyarakat miskin. Saya berhatap terjadi pening­katan secara gradual setiap tahun untuk bantuan masyara­kat miskin ini agar aksesbilitas untuk mendapatkan bantuan hukum semakin besar.
Setahu saya saat ini anggaran bantuan hukum masyarakat mis­kin yang disetujui adalah Rp 5-6 juta per kasus. Angka itu jauh dari cukup. Idealnya sa­tu kasus itu antara Rp 8-10 juta. Besaran anggaran sangat menentukan kualitas pembe­laan.
Saat ini, mekanisme penya­luran masih digodok. Pemerin­tah berharap, lembaga peneri­ma bukanlah lembaga abal-abal yang cuma menginginkan pro­yek. Dana itu harus disalurkan tepat sasaran, langkah pemerin­tah melakukan verifikasi dan akreditasi itu sudah benar.
Bukan Sesuatu Yang Istimewa
Wardah Hafidz, Ketua Urban Poor Consorsium
Usulan kenaikan anggaran bantuan hukum bagi masya­rakat miskin dalam APBN bu­kanlah sesuatu yang istimewa. Sebab, hal itu merupakan kewa­jiban pemerintah terhadap war­ganya selama ini terpinggirkan dalam mendapatkan keadilan.
Bagi masyarakat miskin, be­saran anggaran bukanlah per­soalan utama. Mereka tahunya, bisa mendapatkan pendam­pingan saat berhadapan dengan hukum agar tidak diperlakukan sewenang-wenang.
Masalahnya saat ini adalah mi­nimnya sosialisasi dari pe­me­rintah. Masyarakat miskin yang serba terbatas dalam mengakses informasi tidak tahu jika negara menyediakan ang­ga­ran buat mereka. Ini harus se­gera dituntaskan.
Selain itu, diharapkan lem­baga yang menjadi penyalur dana itu adalah lembaga yang be­nar-benar terpercaya. Ma­sya­rakat miskin sudah lelah jadi ‘sapi perahan’ untuk mengeruk un­tung. Janganlah mentang-mentang miskin, dan tidak pan­dai menggugat kemudian se­enaknya dimanfaatkan. [Harian Rakyat Merdeka]

Tidak ada komentar: