BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 22 April 2013

KPK: Jelang Pemilu 2014, Laporan Korupsi Meningkat

VIVAnews - Laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan korupsi menjelang pemilihan umum (Pemilu)  2014 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meningkat. Dari sejumlah laporan yang masuk, umumnya dilakukan oleh para penyelenggara negara untuk biaya politik dari uang APBN maupun APBD.

"Laporan naik menjelang 2014. Trennya ternyata para pejabat itu mencari biaya pemilu dengan korupsi keuangan negara atau suap, misalnya di bagian perizinan," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto di Jakarta, Minggu, 21 April 2013.

Belum lama ini, KPK kembali menangkap seorang legislator. Kali ini yang ditangkap adalah Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Iyus Djuher. Politikus Partai Demokrat itu langsung ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan karena diduga menerima suap pengurusan ijin lahan yang akan dibangun pemakaman khusus. Bambang menegaskan, operasi itu berhasil karena merupakan bagian dari pengaduan masyarakat.

Menurutnya, biaya politik yang tinggi memungkinkan seorang pejabat publik untuk melakukan korupsi, apalagi menjelang pemilu. Sistem pemilu yang ada saat ini pun kata Bambang, berpotensi terjadi korupsi. Jika sistem pemilu berdasarkan nomor urut, maka sebagian besar uang yang dikorupsi akan disumbangkan ke partai. Itu dilakukan agar mendapatkan posisi teratas di nomor urut.

Sebaliknya jika sistem pemilu berdasarkan perolehan suara terbanyak, maka pelaku tipikor cenderung menggunakan hasil korupsinya itu untuk kepentingan dirinya sendiri. "Nah saya tidak tahu cara mana yang akan digunakan. Tapi trennya begitu," ujar Bambang.

Dari laporan yang masuk, Bambang menjelaskan, kebanyakan dari daerah. Baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Meski begitu, laporan di tingkat pusat juga ada. Salah satunya di Kementerian Agama. "Terutama soal haji. Di Depag harus lebih ketat, uang haji ini harus dialihkan ke bank-bank yang kompeten," ucapnya.

Pihaknya membantah kegiatan operasi tangkap tangan dengan menyasar para pejabat daerah merupakan pengalihan isu dari kasus-kasus besar yang ditangani oleh KPK. Baginya semua laporan masyarakat baik dari daerah maupun pusat, jika ada bukti dan indikasi kuat, maka KPK wajib meresponnya.

"Kita tak mungkin mengada-ngada melakukan OTT (operasi tangkap tangan). Kapasitas kita terbatas, tapi sesekali kita kirim tim untuk menguji laporan itu. Informasi yang masuk harus direspon," kata Bambang. (eh)

Tidak ada komentar: