BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 25 April 2013

Suharti, Tuna Netra yang Berjualan Kerupuk Demi Sekolah Anak

Septiana Ledysia - detikNews

Jakarta - Tuna netra tak membuat Suharti (47) patah arang menjalani hidup kendati pilihan yang dijalani sangat terbatas. Dari pilihan yang sangat terbatas itu Suharti memilih tukang pijat dan berjualan kerupuk untuk membiayai anak-anaknya.

Suharti biasanya terlihat berjualan kerupuk ikan di daerah perumahan elit Puri Indah, Jakarta Barat. Sudah hampir 3 tahun, Suharti mencari nafkah dengan cara itu.

"Jualan dari jam 14.30 WIB sampai 21.00 WIB. Dan setiap hari bisa bawa uang nggak tentu. Kadang Rp 75 ribu, kadang Rp 120 ribu," ujar Suharti saat berbincang dengan detikcom di lokasi dia berjualan, Rabu (24/4/2013).

Suharti mengatakan, selama berjualan kerupuk, dirinya diantar dan dijemput oleh koordinator lapangan yang bertempat tinggal di Joglo, Jakbar. Suharti mengaku mulai berjualan kerupuk karena mengikuti jejak teman-temannya.

"Saya bayarnya setiap barang yang laku ya saya setor. Mau laku 3, mau laku 4, langsung saya setor," ujarnya.

Suharti mengaku, selain menjual kerupuk, dirinya juga melayani pijat atas permintaan. Sekali pijat dengan durasi 1 jam, Suharti bisa meraup Rp 50 ribu.

"Dan bukan pijet plus plus lho," imbuh Suharti.

Suharti yang merupakan warga Kampung Bugis, Kembangan, Jakarta Barat, sudah 2 kali menikah. Dengan suami pertama, dia dikaruniai seorang putri. Setelah bercerai, Suharti tinggal terpisah dengan suami dan anak perempuannya. Suharti kemudian bertemu dengan Bambang, sesama tuna netra dan kembali menikah. Dari suami keduanya, Suharti memiliki 1 putri dan 2 putra yang kini bersekolah di kelas X SMA semua.

Suami keduanya juga bekerja sebagai tukang pijat yang sekali pijat dengan durasi 1 jam dihargai Rp 50 ribu. Penghasilan Suharti sendiri rata-rata Rp 300 ribu per bulan, plus penghasilan suaminya yang juga tak tentu.

Namun demikian, Suharti dan suaminya bisa menyekolahkan anak-anaknya. Tugas anak-anaknya pun kini hanya sekolah, tak ada kewajiban membantu untuk mencari nafkah.

Mundur ke belakang, ibu empat orang anak ini mengaku mulai mengalami kebutaan sejak dirinya saat umur 7 tahun. Saat itu dirinya mengalami sakit panas yang sangat tinggi sehingga bola matanya pecah.

"Dulunya masuk angin dibawa ke klinik, trus over dosis suntikannya. Malah tambah panas. Besoknya langsung nggak bisa lihat. Karena saking tingginya (suhu), bijinya (mata) kaya kena air mendidih," ujar Suharti yang saat ditemui mengenakan kaos putih bertuliskan 'I ♥ Bali' .

Tidak ada komentar: