BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 01 April 2014

Keluarga Satinah Bersyukur Denda Dikurangi

TEMPO.COSemarang - Keluarga Satinah di Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, bersyukur menyusul kabar perpanjangan tenggat pembayaran diyat atau denda untuk tenaga kerja Indonesia yang dijatuhi hukuman mati di Arab Saudi.
Selain memperpanjang waktu pembayaran, keluarga bekas majikan Satinah juga mau menurunkan besaran diyat dari Rp 21 miliar menjadi Rp 15 miliar. "Kami sangat bersyukur. Alhamdulillah. Akhirnya nyawa Satinah tetap berpeluang besar diselamatkan," kata kakak Satinah, Paeri, kepada Tempo di Semarang, Senin, 31 Maret 2014.
Paeri menyatakan masih menunggu hasil terakhir negosiasi yang dilakukan utusan pemerintah Indonesia di Arab Saudi. Hingga kini tim utusan pemerintah Indonesia yang melobi di Arab Saudi belum memberikan kabar kepastian hasil negosiasi, terutama dengan keluarga bekas majikan Satinah.
Sebelumnya, Kepala Badan Penempatan dan Perlindugan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Gatot Abdullah Mansyur menyatakan ahli waris korban Satinah mengisyaratkan akan menerima permintaan pihak Indonesia untuk memperpanjang tenggat waktu pembayaran.
Semula batas masa pembayaran diyat Satinah berakhir pada 3 April. Namun, berdasarkan hasil pembicaraan tim dari Kedutaan Besar RI di Arab Saudi bersama pengacara, waktu pembayaran kemungkinan akan diperpanjang hingga dua tahun ke depan. Keputusan resmi tetap menunggu pengadilan. (Baca:Masa Pembayaran Diyat Satinah Bakal Diperpanjang)
Pada Ahad kemarin, Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menemui keluarga para TKI yang terancam hukuman mati di negara lain. Ada beberapa anggota keluarga korban TKW asal Indonesia yang hadir dalam pertemuan yang digelar di Gumaya Tower Hotel, Semarang itu, di antaranya Satinah binti Jumadi (asal Ungaran, Jawa Tengah), Siti Zaenab binti Duhri Rupa (asal Bangkalan, Madura), Tuti Tursilawati binti Warzuki (asal Majalengka, Jawa Barat), dan Karni binti Medi Tarsim (asal Brebes, Jawa Tengah).
Paeri, yang mewakili keluarga Satinah, menyatakan hasil pertemuan itu adalah SBY sanggup untuk terus berupaya sekuat tenaga membebaskan para TKI yang terancam hukuman mati.
Satinah divonis qisas atau pancung oleh pengadilan Arab Saudi pada 13 September 2011. Dia dihukum atas pembunuhan dan pencurian barang milik majikannya, Nura al-Garib, pada 2007. Jika ingin dimaafkan, Satinah harus membayar diyat atau uang darah sebesar 7 juta riyal atau Rp 21 miliar hingga 3 April 2014.
ROFIUDDIN

Tidak ada komentar: