BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 25 November 2014

Larangan Rapat di Hotel, Sensasi atau Efisiensi?

VIVAnews - Mulai Desember 2014, pemerintah melarang aparatur negaranya baik di pusat maupun daerah menyelenggarakan rapat di luar kantor, seperti di hotel, vila, resort ataupun cottage. [Baca: Mulai 30 November Pemerintah Larang Rapat Dinas PNS di Hotel]

Keputusan itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pembatasan Kegiatan Pertemuan/Rapat di Luar Kantor. Surat ini dikeluarkan pada 17 November lalu.

Surat edaran itu berisi larangan bagi Pegawai Negeri Sipil untuk menyelenggarakan kegiatan konsiyering atau rapat-rapat teknis kedinasan di luar kantor, selama tersedia fasilitas ruang pertemuan di lingkungan instansi pemerintah masing-masing atau instansi pemerintah di wilayahnya yang memadai.

"Penyelenggaraan kegiatan pemerintah dengan seluruh fasilitas di luar kantor, agar berakhir 30 November 2014," kata Menteri PAN-RB seperti dilansir laman Setkab.go.id, Senin, 24 November 2014.

Kementerian atau lembaga diminta menyelenggarakan kegiatan instansi pemerintah di lingkungan masing-masing atau di lingkungan instansi pemerintah lainnya. "Kecuali melibatkan jumlah peserta kegiatan yang kapasitasnya tidak mungkin ditampung untuk dilaksanakan di lingkungan instansi masing-masing," demikian bunyi Surat Edaran itu.

Langkah ini ditempuh pemerintah dalam rangka penghematan terhadap anggaran belanja dan belanja pegawai, khususnya yang terkait dengan pembatasan kegiatan pertemuan atau rapat di luar kantor.

Surat tersebut ditujukan kepada para menteri Kabinet Kerja, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, para kepala Lembaga Pemerintahan Non Kementerian (LPNK), para Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, para pimpinan sekretariat Dewan/Komisi/Badan, para Gubernur, dan para Bupati/Walikota.

Menteri PAN-RB juga meminta kepada seluruh yang tertuju dalam surat edarannya agar melakukan evaluasi terhadap pelaksanaaan pembatasan kegiatan pertemuan atau rapat di luar kantor di lingkungan instansi masing-masing secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali, dan melaporkannya kepada Menteri PAN-RB.

Menteri juga meminta kepada masing-masing pimpinan instansi pemerintah agar meneruskan Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2014 itu kepada seluruh jajaran instansi di bawahnya sampai dengan unit organisasi terkecil untuk melaksanakan dan mematuhinya secara konsisten dan sungguh-sungguh.

Pangkas Anggaran


Sebelumnya Menteri Pendayanuaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi menegaskan, akuntabilitas kinerja pemerintah saat ini tidak lagi diukur berdasarkan besarnya penyerapan anggaran, tapi oleh efisiensi dan penghematan yang dilakukan instansi tanpa mengurangi capaian target kinerja.

"Pemerintah akan memberikan reward and punishment atas pelaksanaan gerakan penghematan nasional tersebut," kata Yuddy, Sabtu 22 November 2014.

Instansi yang dapat melaksanakan penghematan akan diberikan penghargaan, sebaliknya bagi yang tidak mengindahkannya akan diberikan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan. Oleh sebab itu, politikus Hanura itu menegaskan agar setiap instansi dalam melakukan penghematan di semua sektor.

"Stop pemborosan dan lakukan penghematan di lingkungan instansi masing-masing, mulai dari penghematan terhadap penggunaan sarana dan prasarana kerja, penghematan belanja barang dan belanja jasa, serta penghematan melalui pemanfaatan makanan dan buah-buahan produksi dalam negeri," terang dia.

Gayung bersambut, Presiden Joko Widodo juga meminta agar anggaran perjalanan dinas dan rapat pejabat dan PNS dipotong hingga Rp16 triliun. Pemotongan dilakukan agar anggaran bisa dialihkan ke program-program pro rakyat yang akan dimulai tahun 2015.

Menurut Jokowi anggaran yang dialokasikan perjalanan dinas dan rapat pejabat saat ini mencapai Rp41 triliun. Padahal penyerapan anggaran untuk kegiatan itu hingga saat ini Rp22 triliun.

"Kita lihat anggaran sekarang hanya terpakai sampai hari ini Rp22 triliun hingga Rp25 triliun itu lebih dari cukup," kata Jokowi hari ini di Istana Bogor, Jawa Barat.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menilai, anggaran sebesar Rp41 triliun yang dialokasikan untuk perjalanan dinas dan rapat-rapat itu sangat tidak efisien. Buktinya, pemerintah sampai detik ini hanya menyerap anggaran untuk kegiatan itu sebesar Rp22 triliun.

Double Budget

Sementara itu, Peneliti Indonesia Budget Center, Roy Salam menyambut baik kebijakan pemerintahan Jokowi untuk memangkas anggaran perjalanan dinas dan melarang pelaksanaan rapat kedinasan di luar kantor.

Terobosan itu dinilainya sebagai upaya untuk menekan anggaran negara untuk kegiatan-kegiatan rapat kedinasan yang sebenarnya bisa dilakukan di kantor kementerian sendiri. "Dari aspek efisiensi, rapat di kantor pemerintah jelas menghemat perjalanan dinas, akomodasi, termasuk bea konsumsi," kata Roy kepada VIVAnews.

Menurut Roy, kebijakan ini bisa menutup celah penyelewengan anggaran yang dilakukan aparatur negara. Sebelumnya dalam pelaksanaan rapat kedinasan di luar kantor, para birokrat itu sudah terbiasa dengan fasilitas "double budget".

"Rapatnya di luar kota, menggunakan mobil dinas tapi uang transport diambil juga. Birokrasi kita pandai mengakali seperti itu," ujarnya.

Selain itu, para birokrat ini juga ada yang menganggap kegiatan rapat atau seminar di luar kantor menjadi penghasilan tambahan. Sehingga wajar muncul praktik-praktik penyelewengan. "Karena anggaran rapat di luar kantor ini besar," terang Roy.

Ia tak menampik kegiatan rapat dinas di luar kantor ini juga menyuburkan praktik kolusi. Sebab dengan jumlah anggaran yang besar, para pengusaha hotel ini menjalin relasi bisnis dengan stakeholder di pemerintahan, dengan tujuan agar instansi itu menggelar acara di hotel yang sudah mereka sepakati.

"Mereka punya deal dengan EO di pemerintahan, seringkali ada kerjasama melaksanakan kegiatan. Hasil kerjasama itu melibatkan para pejabat tertentu, nah tentu ada fee disitu," paparnya.

Bagi Roy, kebijakan ini selain bisa mengikis praktik korupsi di birokrasi, khususnya dalam pelaksanaan rapat kedinasan di luar kantor, juga bisa memanfaatkan fasilitas gedung milik pemerintah.

Selama ini, banyak gedung pemerintah yang sepi dan tak terawat, karena banyak para pejabat dan aparatur negaranya memilih menggelar rapat dinas di luar kantor, seperti di hotel atau vila.

"Uang rakyat habis untuk mempercantik kantor tapi tidak digunakan.
Saya sepakat dengan kebijakan ini untuk penghematan anggaran," tegasnya.

Jangan Sekedar Sensasi

Meski mendapat respon positif, terbitnya surat edaran Menpan-RB ini dikritisi Wakil Ketua Komisi II DPR, Mustafa Kamal. Menurut dia, tujuan pemerintah untuk melakukan efisiensi dengan cara melarang aparatur negara melaksanakan rapat dinas di luar kantor tetap perlu dihitung secara cermat.

"Jangan sekedar sensasi, harus dipikirkan efisiensinya. Perlu dihitung secara akurat agar jadi terobosan penting," kata Mustafa Kamal saat dihubungi VIVAnews.

Kebijakan melarang PNS melakukan rapat dinas di hotel tetap harus dihitung secara cermat dan akurat. Mustafa menyoroti cara pemerintah menghitung efisiensi rapat dinas di hotel dengan rapat di kantor kementerian/lembaga.

Bisa jadi kata dia, biaya rapat di hotel jauh lebih murah ketimbang rapat di gedung milik kementerian/lembaga. Apalagi, jika pelaksanaan rapat menggunakan gedung kementerian dilakukan secara optimal dengan jumlah peserta yang besar.

Misalnya dalam pelaksanaan rapat teknis dua divisi di kementerian/lembaga dan berlangsung hingga larut malam. Dengan penggunaan beban listrik normal seperti waktu siang hari, masih ditambah katering dan pekerja yang harus lembur, maka beban biaya menjadi dua kali lipat.

"Pengalaman kita di DPR dulu. Kita coba lakukan rapat di kantor, sistem berjalan seperti di siang hari, dua kali lipat berjalan. Setelah dihitung-hitung bisa lebih mahal dibanding di hotel. Jadi harus dihitung betul," papar Mustafa.

Di samping itu, pemerintah juga harus memperhitungkan fasilitas yang ada di tiap-tiap kementerian/lembaga. Sebab masing-masing instansi belum tentu memiliki ruang rapat atau ruang pertemuan yang memadai.

Tapi meski begitu, jangan sampai larangan ini justru menjadi dalih pemerintah untuk membangun fasilitas perkantoran kementerian dengan menambah ruang rapat. "Kalau terjadi pembangunan penambahan ruang rapat itu jadi pembengkakan anggaran," ucapnya.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu menekankan pemerintah agar tidak alergi dengan industri perhotelan yang tengah tumbuh pesat. Apalagi  Presiden Jokowi dan Wakilnya Jusuf Kalla konon akan mendorong industri pariwisata, yang salah satu pionirnya adalah industri perhotelan.

Pemerintah seharusnya bisa saling melengkapi dengan industri perhotelan dengan menyikap persepsi anggarannya dengan baik, sehingga industri perhotelah bisa tetap tumbuh dan pemerintah bisa melakukan efisiensi.

"Membiayai kantor lebih dari jam kerja akan menambah cost, kemudian menambah karyawan, catering dan lain sebagainya. Itu bisa lebih mahal dari pada kita menyewa," terang Mustafa.
Pemerintah lanjut Mustafa, juga harus sensitif dengan pola kerja modern saat ini. Dimana orang tidak harus mengerjakan sesuatunya di kantor, tapi bisa dimana saja. Kondisi selaras dengan pemerintahan Jokowi yang gemar melakukan blusukan agar dekat dengan rakyat.

"Artinya pertemuan di luar kantor lebih sering agar dekat dengan rakyat. Kalau semua mendekam di kantor, kapan blusukannya?," kata dia.

Kendati demikian, jika alasan yang digunakan pemerintah untuk melarang rapat dinas di hotel adalah untuk menekan penyalahgunaan anggaran pelaksanaan rapat di luar kantor, maka persoalannya bukan pada hotelnya, tapi oknum di kementerian/lembaga yang memang perlu ditertibkan.

"Misalnya moratorium tidak ke hotel, kemudian setelah dibenahi dalam rangka tujuan tertentu agar efektif dan efisien. Jangan sampe anti industri hotel juga," tutur Mustafa.

Terlepas dari hal itu, Mustafa menyambut baik terobosan Menpan-RB dengan menghentikan rapat dinas di luar kantor, guna memecah kebekuan reformasi birokrasi yang dinilainya cenderung lamban. Padahal reformasi di berbagai bidang lainnya berjalan cukup cepat.

"Dibuat lebih logik, jangan bombastis. Terobosannya saya berprasangka baik ada tujuan tertentu, tapi harus masuk akal," ujarnya. (adi)
 

Tidak ada komentar: