BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 26 Januari 2015

Perpanjang Kontrak Freeport, Jokowi Khianati Konstitusi dan Trisakti

Laporan: Ruslan Tambak
RMOL. Sungguh licik sekali pemerintahan Jokowi dengan menciptakan konflik KPK dan Polri diam-diam memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia agar masyarakat tidak terlalu memperhatikan proses perpanjangan kontrak tersebut.

Demikian disampaikan Ketua DPP Partai Gerindra FX Arief Poyuono dalam keterangannya kepada redaksi, Senin (26/1).

Jelas dia, perpanjangan kontrak Freeport adalah sebagai bentuk pengkhianatan terhadap ajaran Trisakti Bung Karno yang selama ini menjadi platform Jokowi saat melakukan kampanye.

"Dengan perpanjangan Freeport, dimana lagi ada kedaulatan dan berdikari secara ekonomi?" sebut Arief.

Selain berkhianat terhadap Trisakti, Jokowi juga melanggar konstitusi dengan memperpanjang kontrak Freeport. Sebab ada tiga alasan utama penolakan perpanjangan kontrak tersebut. Pertama, pasal 169 ayat (B) UU Mineral dan Batubara mengamanatkan, kontrak karya akan tetap dihormati hingga masa berakhirnya. "Amanah itu harus dihormati karena UU Minerba merupakan pengejawantahan kehendak dari masyarakat Indonesia. Yaitu, agar presiden mempunyai kewajiban memegang teguh sesuai sumpahnya ketika dilantik," ujar Arief.

Kedua, lanjutnya, Freeport sudah terlalu banyak menikmati kekayaan yang seharusnya digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Apalagi, Freeport hingga saat ini enggan untuk transparan berapa keuntungan yang diperoleh.

Terakhir atau ketiga, bila perpanjangan diluluskan oleh pemerintah atas desakan pemerintah AS berarti negara Paman Sam tersebut telah menerapkan politik adu domba. Yaitu, antara pemerintah RI dengan rakyatnya sendiri.

Selain ketiga hal tersebut, sambung Arief, Freeport selama beroperasi juga sudah banyak melanggar keselamatan dan kesehatan kerja seperti insiden runtuhnya terowongan Big Gossan milik PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, pada 14 Mei 2013, yang mengakibatkan 28 orang tewas. Serta kerusakan lingkungan yang sangat parah di bumi Papua dan tidak sebanding dengan royalti yang diterima masyarakat Papua yang saat ini kehidupan sosialnya masih jauh tertinggal baik dari sisi pendidikan , kesejahteraan serta fasilitas kesehatan.

"Saat ini masyarakat Indonesia tidak bisa menerima keberadaan Freeport yang terus menguras kekayaan di Papua. Tidak dibangunnya smelter oleh Freeport selama ini juga bentuk pelanggaran UU serta sebagai cara untuk Freeport menyembunyikan hasil eksploitasinya serta penghindaran dari pengenaan pajak pertambahan nilai. Dalam kontrak perpanjangan Freeport yang baru ditanda tangani ada klausul 2017 Freeport membangun Smelter pasti akan diabaikan okeh Freeport dengan berbagai alasan kepada pemerintah Indonesia," tandas Arif yang juga Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu ini. [rus]

Tidak ada komentar: