BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 29 Juli 2015

Intensitas Komunikasi Kunci Sukses Deklarasi Anti Kekerasan Umat Beragama

Ikhwanul Khabibi - detikNews
Jakarta - Pasca penyerangan yang dilakukan ratusan orang terhadap sekitar 70 orang umat Islam yang sedang melaksanakan salat Idul Fitri pada Jumat pagi (17/7/2015) di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua aparat keamanan di seluruh Indonesia yang dimotori Polri dan TNI melaksanakan deklarasi anti kekerasan. Dimulai oleh Pangdam Jaya Mayjen TNI Agus Sutomo dan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian. Kemudian acara serupa bergulir ke hampir seluruh Indonesia.

Pelaksanaan deklarasi tersebut tidak hanya di tingkat provinsi, tetapi juga kabupaten. Bahkan di kecamatan ada Kapolsek dan Danramil yang memprakarsainya.

Setiap acara deklarasi itu selain dihadiri para pimpinan tertinggi di TNI-Polri di tiap-tiap daerah, juga hadir tokoh-tokoh agama dan masyarakat. Semuanya sepakat menjaga dan mempertahankan situasi yang kondusif di daerah masing-masing.

"Pelaksanaan deklarasi anti kekerasan di berbagai daerah tersebut bagus. Menunjukkan kekompakkan antar aparat keamanan dengan para tokoh agama dan masyarakat. Namun yang terpenting adalah implementasi di lapangan dan konsistensinya," ujar pengamatan militer dan kepolisian, Aqua Dwipayana saat dimintai tanggapannya tentang hal ini pada Selasa (28/7/2015).

Menurut pakar komunikasi ini kunci sukses dari keberhasilan deklarasi anti kekerasan umat beragama bukanlah pada banyaknya tokoh agama dan masyarakat yang hadir saat acara tersebut. Namun yang utama adalah kualitas dan intensitas komunikasi antar aparat keamanan dengan mereka.

Aqua yang mantan wartawan harian Jawa Pos dan Bisnis Indonesia ini menyarankan agar deklarasi itu tidak sebagai seremoni belaka, harus ada tindak lanjutnya. Salah satunya pengamatan bersama di lapangan dan melakukan evaluasi yang obyektif.

"Juga perlu dilaksanakan pertemuan berkala antar aparat keamanan dengan para tokoh agama dan masyarakat tersebut. Saat ketemu agar diupayakan posisinya sejajar. Tidak ada yang merasa lebih tinggi dari yang lain. Sehingga komunikasinya tidak ada jarak dan lancar," ungkap anggota Dewan Pakar Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) ini.

Menurut Aqua, di luar acara formal pertemuan, aparat keamanan serta para tokoh agama dan masyarakat itu agar rutin dan intens melaksanakan komunikasi. Berdiskusi dan saling tukar informasi.

Jika di antara pihak tersebut ada menemukan keanehan atau indikasi perbuatan kekerasan di masyarakat, tambah anggota Tim Pakar Seleksi Menteri detikcom ini, segera menginfokan ke pihak-pihak terkait sehingga dapat dicegah agar tidak sampai terjadi.

"Diharapkan semuanya proaktif memonitor kondisi di daerah masing-masing. Untuk urusan monitoring tersebut tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada pihak keamanan sebab jumlah terbatas. Paling efektif adalah masyarakat secara luas dilibatkan untuk memantaunya," ujar Aqua.

Kandidat doktor Komunikasi dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran Bandung ini sengaja mengungkapkan semua itu karena khawatir dengan kebiasaan di masyarakat selama ini yang reaktif jika ada kejadian. Setelah itu lama-lama jadi lupa bahkan lengah. Sehingga peristiwa serupa dapat terulang kembali.

"Semua pihak termasuk aparat serta tokoh agama dan masyarakat agar setiap saat selalu waspada, mawas diri, hati-hati, dan saling mengingatkan. Sehingga bentrokan antar umat beragama seperti yang terjadi di Tolikara tidak terulang kembali," pungkas Aqua. 

Tidak ada komentar: