BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 22 Juli 2015

Pengamat dari Unpad Sebut Insiden Tolikara Hanya Masalah Sepele

 Jpnn
JAKARTA - Pengamat politik dan keamanan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Murad menilai insiden pembakaran musala saat umat Islam di Tolikara, Papua menunaikan salat Idul Fitri bukanlah akbiat permusuhan antara muslim dengan warga penganut Nasrani. Ia meyakini insiden itu murni dipicu oleh masalah miskomunikasi.
Menurut Muradi, insiden di Tolikara yang kini menjadi isu nasional itu sebenarnya diawali masalah sepele. Yakni tidak adanya komunikasi yang baik terkait surat edaran dari Gereja Injili di Indonesia (GIDI) tentang larangan gereja denominasi lain ataupun penganut agama lainnya untuk beribadah dan mendirikan rumah ibadah di Tolikara.
“Ini sebenarnya masalah sepele karena mereka membuat surat edaran dan tidak disetujui oleh polisi dan aparat keamanan, mereka diminta merevisi. Tapi revisi itu berhenti di level internal mereka dan tidak sampai ke aparat keamanan, ke warga Muslim maupun ke jemaah mereka sendiri. Karena tidak dikomunikasikan maka terjadilah peristiwa itu," kata Muradi ketika dihubungi, Selasa (21/7).
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Unpad itu menambahkan, pihak TNI dan Polri sebenarnya keberatan dengan surat edaran itu. Namun, katanya, GIDI tidak serius merespon keberatan itu.
"Keberatan Kodim dan Polres setempat atas surat pertama itu kan tidak direspon serius oleh pihak GIDI. Tidak tersosialisasi sampai ke umat Muslim maupun umat Kristen di sana. Sebenarnya bisa diantisipasi jika pemerintah serius. Selama ini kan tidak ada masalah juga terkait agama di Papua," imbuhnya.
Muradi menambahkan, jika memang ada niat dan ada upaya dari pihak tertentu untuk mengadu domba umat Islam dan Kristen di Indonesia, tentu yang dipilih bukan pedalaman Papua seperti di Tolikara. Karenanya ia meyakini ada pemicu lain sehingga terjadi rusuh di Tolikara.
"Kalau memang mau membenturkan umat, tentunya kejadiannya tidak akan di Tolikara karena letaknya di pedalaman, tentu penyebar teror akah lebih memilih daerah lain yang ideal dan lebih potensial untuk terjadinya konflik yang lebih besar," pungkasnya.(fas/jpnn)

Tidak ada komentar: