Jakarta (ANTARA
News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan memberikan hasil audit
investigatif kedua mengenai pembangunan proyek Pusat Pendidikan,
Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang Jawa Barat.
"Kalau sudah lengkap maka tanggal 24 (Desember) akan diumumkan,"
kata Ketua BPK Hadi Poernomo di sela-sela peringatan Hari Antikorupsi
Internasional di Jakarta, Minggu.
Namun Hadi menolak untuk menjelaskan mengenai fokus audit tahap kedua tersebut.
"Hal yang belum selesai pada tahap pertama ada di (audit) kedua, itu
lanjutan semuanya berisi fakta dan apa yang diamanatkan undang-undang,"
ungkap Hadi.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto yang juga hadir dalam acara
tersebut mengatakan bahwa hingga saat ini KPK belum mengusut hingga pada
kerugian negara dalam kasus proyek Hambalang tersebut.
"Belum sampai pada kerugian, tapi ada indikasi, sehingga kami baru
menetapkan tersangka namun penyidikan belum sampai pada aliran dana,"
kata Bambang.
Dalam laporan hasil audit investigatif pertama BPK tentang proyek
Hambalang yang dipublikasikan pada Kamis (31/10) mengungkapkan bahwa
terdapat indikasi penyimpangan dan dugaan penyalahgunaan meliputi Surat
Keputusan (SK) hak pakai, izin lokasi dan "site plan", IMB, revisi
Rencana Kerja Anggaran Kementerian Lembaga (RKA-KL) tahun anggaran 2010,
permohonan kontrak tahun jamak, izin kontrak tahun jamak, pendapat
teknis, persetujuan RKA-KL tahun anggaran 2011, serta proses pembangunan
proyek mulai dari pelelangan, pencairan anggaran tahun 2010 dan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Nilai kerugian negara karena proyek Hambalang adalah Rp243,6 miliar
dengan rincian selisih pembayaran uang muka senilai Rp116,9 miliar
ditambah kelebihan pembayaran atau pemahalan harga pelaksanaan
konstruksi hingga Rp126,7 miliar yang terdiri atas mekanikal elektrikal
sebesar Rp75,7 miliar dan pekerjaan struktur sebesar Rp51 miliar.
BPK menyatakan Menpora diduga membiarkan Sekretaris Kemenpora
(Seskemenpora) melaksanakan wewenang Menpora dan tidak melakukan
pengendalian dan pengawasan atas tindakan Sesmenpora yang menandatangani
surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tanpa memperoleh
pendelegasian dari Menpora, sehingga diduga melanggar Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 56/PMK02/2010.
Pembiaran Menpora, menurut laporan itu juga diduga terjadi pada
tahap pelelangan yaitu ketika Sesmenpora menetapkan pemenang lelang
konstruksi dengan nilai kontrak di atas Rp50 miliar tanpa memperoleh
pendelegasian dari Menpora, sehingga diduga melanggar Keppres Nomor 80
tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Sesmenpora juga diduga melakukan penyimpangan terhadap revisi RKA-KL
tahun anggaran 2010, dengan mengajukan permohonan revisi RKA-KL tahun
2010 dengan membuatkan volume keluaran yang berbeda dari seharusnya
karena volume keluaran dinaikkan dari 108.553 meter persegi menjadi
121.097 meter persegi, padahal sebenarnya, volume tersebut turun menjadi
100.398 meter persegi.
Selain itu terkait kontrak tahun jamak, Menteri Keuangan disebut
menyetujui kontrak tahun jamak dan Dirjen Anggaran menyelesaikan proses
persetujuan kontrak tahun jamak setelah melalui proses penelaah secara
berjenjang secara bersama-sama padahal, kontrak tahun jamak itu diduga
melanggar PMK 56/PMK.02/2010.
Sedangkan terkait persetujuan RKA-KL 2011, Dirjen Anggaran
menetapkan RKA-KL Kemenpora tahun 2011 dengan skema tahun jamak sebelum
penetapan proyek tahun jamak disetujui, Dirjen Anggaran diduga melanggar
PMK 104 /PMK.02/2010.
Menpora saat proyek tersebut dibangun adalah Andi Malarangeng,
sedangkan Seskemenpora pada 2010 dijabat Wafid Muharram yang telah
divonis 3 tahun penjara oleh pengadilan tipikor, bahkan diperberat
menjadi 5 tahun penjara oleh putusan kasasi Mahkamah Agung.
Andi Mallarangeng sudah ditetapkan sebagai tersangka pada 3 Desember 2012 oleh KPK terkait pengadaan barang dan jasa.
Andi bersama dengan mantan Kabiro Perencanaan Kemenpora yang saat
ini masih menjabat Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy
Kusdinar ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan melanggar pasal
Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20
tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP mengenai perbuatan
memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara; sedangkan pasal 3 mengenai perbuatan menguntungkan diri
sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara.
Andi Mallarangeng pada Jumat (7/12) telah mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai Menpora sekaligus Sekretaris dan Anggota Dewan
Pembina dan Sekretaris dan Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar