Jakarta (ANTARA
News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menelusuri aset
tersangka korupsi pengadaan barang dan jasa dalam pembangunan proyek
Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di
Bukit Hambalang, Jawa Barat, Andi Alfian Mallarangeng.
"Ada kebiasaan di KPK kalau sejak proses penyidikan, maka hal-hal
penting dengan kasus sudah mulai diinvestigasi, termasuk apakah harta
kekayaan memang memiliki potensi kejahatan," kata Wakil Ketua KPK,
Bambang Widjojanto, di sela-sela peringatan Hari Antikorupsi
Internasional di Jakarta, Minggu.
Penelusuran aset tersebut, menurut Bambang, bukanlah hal yang dicari-cari melainkan sebagai pembuktian.
Terkait pembekuan aset tersangka, Bambang mengaku bahwa penyidik belum menjelaskan upaya paksa lainnya.
"Penyidik belum menjelaskan upaya paksa lain, selain penetapan
tersangka dan dikeluarkannya surat perintah penyidikan (sprindik). Kalau
nanti dipandang perlu oleh penyidik, hal apa saja yg perlu untuk
memastikan penanganan lebih baik, pasti dilakukan," ungkapnya.
Bambang juga berharap, agar ada perubahan tradisi mengenai pelaporan harta kekayaan pejabat negara.
"Ada tradisi pemberantasan korupsi yang harus dibangun agar jangan
hanya melaporkan di ujungnya sama, tapi pejabat negara juga bersedia
menjelaskan dari mana harta kekayaannya. Jangan hanya mau tanda tangan
pelaporan harta kekayaan, tapi juga bersedia mengikuti kesepakatan bila
harta diperoleh dari kejahatan akan dirampas," katanya.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) dari situs www.acch.kpk.go.id, per 13 November 2009, Andi Mallarangeng memiliki total harta kekayaan senilai Rp 15,63 milliar.
Rinciannya adalah harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan di
sejumlah tempat, seperti di Jakarta Timur, Makassar, Yogyakarta, Jakarta
Pusat dan Jakarta Selatan berjumlah Rp 5,47 miliar.
Andi juga memiliki harta bergerak yang terdiri atas mobil merek
Toyota Vios, Honda CR-V dan Suzuki APV senilai Rp585 juta ditambah harta
bergerak dalam bentuk logam mulia, batu mulia dan barang seni senilai
Rp930 juta.
Selain itu, tercatat masih ada surat berharga senilai Rp7,25 miliar
dan simpanan giro sebanyak Rp1,53 miliar dan utang senilai Rp140 juta.
Andi menjadi tersangka dalam kasus pengadaan barang dan jasa proyek
Hambalang sejak 3 Desember 2012 dengan sangkaan pasal 2 ayat 1 atau
pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55
ayat ke (1) ke-1 KUHP mengenai perbuatan memperkaya diri sendiri, orang
lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.
Adapun
pasal 3 mengenai perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau
korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang
dapat merugikan negara. Ancaman pidana dari pelanggaran pasal tersebut
adalah maksimal 20 tahunn penjara dengan denda paling banyak Rp1 miliar.
Andi adalah tersangka kedua dalam kasus ini setelah tersangka
pertama mantan Kabiro Perencanaan Kemenpora yang saat ini masih menjabat
Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora, Deddy Kusdinar.
Pasc-enjadi tersangka, Andi Mallarangeng pada Jumat (7/12)
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Negara Pemuda dan
Olahraga (Menpora) sekaligus Sekretaris dan Anggota Dewan Pembina dan
Sekretaris dan Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam hasil auditnya mengungkapkan
bahwa nilai kerugian negara karena proyek Hambalang mencapai nilai
Rp243,6 miliar.
BPK mencatat bahwa Menpora diduga membiarkan Sekretaris Kempora
(Seskempora) saat kasus terjadi, Wafid Muharram, melaksanakan wewenang
Menpora dan tidak melakukan pengendalian dan pengawasan atas tindakan
Sesmenpora yang menandatangani surat permohonan persetujuan kontrak
tahun jamak tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar