INILAH.COM,
Jakarta -Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, tidak mempedulikan
diadukannya sembilan hakim MK ke Mabes Polri dengan tuduhan memalsukan
data.
"Laporkan saja. Saya tak tahu apa yang dilaporkan dan saya tak ingin tahu. Silahkan, makin banyak yang lapor makin menarik. Memangnya saya pikirin," ujarnya saat dihubungi wartawan, Senin (17/12/2012).
Sementara itu, Hakim Konstitusi Akil Mochtar membantah semua tuduhan yang diarahkan ke MK. Ia mengatakan bahwa DPR telah memberikan keterangan ke MK secara tertulis. Selain itu, lanjut Akil, MK berhak meminta keterangan kepada semua pihak yang dianggap perlu.
"DPR dan pemerintah bukan para pihak, tapi pemberi keterangan. Dalam UU, MK berhak untuk meminta keterangan kepada DPR untuk mengetahui kronologis dan latarbelakang pembentukan UU," kata Akil melalui sambungan telepon.
"Kalau enggak ngerti perkara di MK mending tidak usah mengajukan perkara," kata Akil.
Sebelumnya, Letjen (purn) Suharto melalui kuasa hukumnya, Taufik Budiman, melaporkan sembilan hakim MK atas dugaan pidana memalsukan data pada putusan MK soal APBN yang memutus pemerintah tetap menanggung kerugian yang dialami korban lumpur Lapindo.
Putusan tersebut dianggap janggal karena tiba-tiba ada keterangan dari DPR, padahal selama proses kasus tersebut, DPR tidak pernah sekalipun hadir.
"Karena hal ini tidak pernah ada dalam proses persidangan tiba-tiba dalam putusan ada kutipan cukup panjang, kemudian menjadikan dasar untuk mengambil keputusan oleh majelis MK, seperti ini yang akan kita ajukan ke Mabes Polri," ujar Taufik saat melapor ke Bareskrim Mabes Polri.
"Laporkan saja. Saya tak tahu apa yang dilaporkan dan saya tak ingin tahu. Silahkan, makin banyak yang lapor makin menarik. Memangnya saya pikirin," ujarnya saat dihubungi wartawan, Senin (17/12/2012).
Sementara itu, Hakim Konstitusi Akil Mochtar membantah semua tuduhan yang diarahkan ke MK. Ia mengatakan bahwa DPR telah memberikan keterangan ke MK secara tertulis. Selain itu, lanjut Akil, MK berhak meminta keterangan kepada semua pihak yang dianggap perlu.
"DPR dan pemerintah bukan para pihak, tapi pemberi keterangan. Dalam UU, MK berhak untuk meminta keterangan kepada DPR untuk mengetahui kronologis dan latarbelakang pembentukan UU," kata Akil melalui sambungan telepon.
"Kalau enggak ngerti perkara di MK mending tidak usah mengajukan perkara," kata Akil.
Sebelumnya, Letjen (purn) Suharto melalui kuasa hukumnya, Taufik Budiman, melaporkan sembilan hakim MK atas dugaan pidana memalsukan data pada putusan MK soal APBN yang memutus pemerintah tetap menanggung kerugian yang dialami korban lumpur Lapindo.
Putusan tersebut dianggap janggal karena tiba-tiba ada keterangan dari DPR, padahal selama proses kasus tersebut, DPR tidak pernah sekalipun hadir.
"Karena hal ini tidak pernah ada dalam proses persidangan tiba-tiba dalam putusan ada kutipan cukup panjang, kemudian menjadikan dasar untuk mengambil keputusan oleh majelis MK, seperti ini yang akan kita ajukan ke Mabes Polri," ujar Taufik saat melapor ke Bareskrim Mabes Polri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar