Jakarta (ANTARA
News) - Dewan Pers dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
tengah mempersiapkan pedoman pemberitaan saksi dan korban bagi jurnalis,
sehingga jurnalis diharapkan mengetahui rambu-rambu saat menjadikan
saksi dan korban sebagai narasumber.
"Dewan Pers dan LPSK berencana membuat nota kesepakatan untuk
menyusun draf pedoman peliputan dalam rangka perlindungan saksi dan
korban," kata Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, dalam
diskusi soal penyusunan kode etik jurnalistik berperspektif perlindungan
saksi dan korban, di Jakarta, Jumat.
Saat ini, lanjut dia, masih banyak jurnalis yang belum
mengetahui rambu-rambu saat akan menjadikan saksi dan korban sebagai
narasumber, padahal perlu perlakuan khusus kepada narasumber yang
berstatus sebagai korban dan saksi.
"Kalau tidak, sewaktu-waktu jiwa mereka bisa terancam akibat pemberitaan," katanya.
Menurut dia, tanpa adanya mekanisme peliputan yang jelas saksi
dan korban akan rentan dieksploitasi, baik oleh tersangka maupun
wartawan.
Jika nota kesepakatan sudah selesai, Dewan Pers kemudian akan
mengeluarkan pedoman yang harus dipatuhi semua jurnalis. Sehingga, bila
ada yang melanggar,
maka akan kami berikan teguran. Jika perlu, kami akan mengundang pemilik media, kata Yosep.
Oleh karena itu, dirinya berharap pedoman itu juga menjadi
rujukan bagi saksi dan korban saat dimintai wawancara oleh jurnalis.
"Saksi maupun korban harus
menjamin kebebasan mengakses informasi. Karena banyak kasus di pengadilan yang membutuhkan intervensi jurnalis," paparnya.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, mengatakan saat ini pihaknya
sedang menyusun apa isi nota kesepakatan dengan Dewan Pers. "Apakah
sifatnya umum atau juga menyangkut hal-hal teknis lain," jelasnya.
Selain dengan Dewan Pers, kata dia, LPSK juga berencana membuat
nota kesepakatan dengan Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Informasi
Pusat, dan sejumlah lembaga yang berkaitan dengan pemberitaan lain.
LPSK memandang adanya nota kesepakatan akan memberi jalan
tengah antara menghormati kebebasan pers dan bagaimana melindungi saksi
dan korban agar tetap optimal. "Pengalaman di beberapa negara, ketika
terjadi perbedaan penafsiran, pihak saksi atau korban langsung membawa
ke pengadilan," jelasnya.
Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia, Idy Muzayyad
menambahkan, banyak faktor yang membuat perusahaan media memiliki porsi
lebih dalam memberitakan saksi dan korban. "Ideologi media, orientasi,
agenda, regulasi, kode etik, kompetensi, sensor mandiri, dan sikap
publik, sangat berpengaruh terhadap pemberitaan," ujar Idy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar