INILAH.COM, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai dakwaan yang ditujukan kepada
terdakwa kasus dugaan korupsi proyek Simulator SIM dan Pencucian Uang
Djoko Susilo, sudah tepat. Jaksa pun menegaskan bahwa Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi Jakarta berwenang mengadili kasus korupsi proyek senilai
Rp196,8 miliar itu.
"Mengingat tindak pidana yang dilakukan terdakwa adalah tindak pidana korupsi, maka sudah benar bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo (Simulator)," kata JPU KPK Titik Utami, membacakan tanggapan atas nota keberataan Penasehat Hukum Djoko, pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (7/5/2013).
Titik menegaskan, tidak benar anggapan penasihat hukum Djoko yang menilai jika Pengadilan Tipikor tak berwenang mengadili perkara ini dengan alasan perkara yang didakwakan bukan tindak pidana korupsi. Sebab, dalam surat dakwaan a quo, penuntut umum sudah sangat jelas menguraikan perbuatan materiil Djoko.
Menurut JPU, terdakwa bersama-sama Didik Purnomo, Teddy Rusmawan, Budi Susanto, Sukotjo S Bambang dalam pengadaan driving Simulator SIM telah melanggar UU nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.
"Sehingga perbuatan terdakwa tersebut memenuhi rumusan unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi," jelas Titik pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Suhartoyo ini.
Karenanya, lanjut Titik, sudah sangat tepat Djoko didakwa dengan dakwaan kesatu primair melanggar pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.
Serta, lanjut dia, dakwaan subsidiar melanggar pasal 3 juncto pasal 18 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
"Berdasarkan uraian tersebut di atas, keberatan atau eksepsi yang diuraikan oleh Tim Penasihat Hukum terdakwa harus ditolak atau dinyatakan tak dapat diterima," kata Titik. [mvi]
"Mengingat tindak pidana yang dilakukan terdakwa adalah tindak pidana korupsi, maka sudah benar bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo (Simulator)," kata JPU KPK Titik Utami, membacakan tanggapan atas nota keberataan Penasehat Hukum Djoko, pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (7/5/2013).
Titik menegaskan, tidak benar anggapan penasihat hukum Djoko yang menilai jika Pengadilan Tipikor tak berwenang mengadili perkara ini dengan alasan perkara yang didakwakan bukan tindak pidana korupsi. Sebab, dalam surat dakwaan a quo, penuntut umum sudah sangat jelas menguraikan perbuatan materiil Djoko.
Menurut JPU, terdakwa bersama-sama Didik Purnomo, Teddy Rusmawan, Budi Susanto, Sukotjo S Bambang dalam pengadaan driving Simulator SIM telah melanggar UU nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.
"Sehingga perbuatan terdakwa tersebut memenuhi rumusan unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi," jelas Titik pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Suhartoyo ini.
Karenanya, lanjut Titik, sudah sangat tepat Djoko didakwa dengan dakwaan kesatu primair melanggar pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.
Serta, lanjut dia, dakwaan subsidiar melanggar pasal 3 juncto pasal 18 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
"Berdasarkan uraian tersebut di atas, keberatan atau eksepsi yang diuraikan oleh Tim Penasihat Hukum terdakwa harus ditolak atau dinyatakan tak dapat diterima," kata Titik. [mvi]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar