Jpnn
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dinilai
terlambat melakukan sosialisasi soal KTP elektronik (e-KTP) agar tidak
sering di-fotocopy. Akibatnya, tidak sedikit masyarakat sudah terlanjur
berkali-kali melakukan fotocopy e-KTP sehingga besar potensi pengaduan
tentang kerusakan dan dikhawatirkan butuh anggaran tambahan untuk
perbaikan.
Pengamat kebijakan publik, Titi Anggraini, mengatakan, semestinya sejak
awal sosialisasi risiko fotocopy e-KTP itu dilakukan kepada masyarakat.
"Yang pasti itu kebijakan kalau dilihat parsial akhirnya seperti itu.
Ketika perencanaan kan sudah dihitung dan dianalisa resiko atas pilihan
provider yang diambil, kelebihan dan kekurangan produknya apa saja,"
ungkapnya kepada Jawa Pos, Kamis (9/5).
Selama ini, masyarakat hanya mendengar tentang manfaat dan kelebihan
dari terobosan yang dilakukan Kemendagri tanpa disertai dengan
kekurangannya. "Sayang sekali hal yang visioner seperti ini terkendala
oleh sekadar fotokopi. Bukan apa-apa. Soal kegiatan memfotokopi KTP ini
kan di negara kita sangat masif," ucap perempuan yang juga menjabat
Direktur Eksekutif Pegiat Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi
(Perludem) itu.
Titi meyakini bahwa risiko e-KTP ketika sering difotokopi itu sudah
diketahui oleh Kemendagri sejak awal saat pemilihan kontraktor. Maka,
sangat disayangkan karena tidak ada sosialisasi soal itu. "Padahal ini
sangat mendasar dan tidak sulit dilakukan," sesalnya.
Meski sekarang sudah ada Surat Edaran Mendagri untuk semua lembaga
pelayanan publik agar tidak lagi minta fotokopi KTP, namun tidak bisa
dimungkiri terjadi keresahan di kalangan masyarakat. "Sekarang kalau
memang ada risiko rusak jika e-KTP sering difotokopi, minimal saat
masyarakat menerima eKTP itu diberikan saja fotokopiannya satu lembar
dan minta diperbanyak dari fotokopian itu untuk sementara waktu. Tetapi
gampangnya ya sosialisasi saja sejak awal. Mau menginap di hotel, mau
ambil uang di bank dalam jumlah banyak, semuanya kan sekarang masih
pakai fotokopian," paparnya.
Menanggapi itu, Staf Ahli bidang Politik, Hukum, dan Hubungan Antar
Lembaga Kemendagri, Reydonnyzar Moenek, mengatakan pemerintah siap
mengganti jika ada eKTP yang memang sudah terlanjur sering difotokopi
dan akhirnya rusak. "Bisa diperbaiki lagi," katanya kepada Jawa Pos,
kemarin.
Donny, sapaan akrabnya, juga meyakinkan tidak akan ada tambahan anggaran
signifikan jika terjadi kerusakan eKTP di masyarakat. Sebab meskipun
sudah terdistribusi dalam jumlah banyak, menurutnya, kualitasnya tidak
serendah itu sehingga tidak sertamerta rusak gara-gara pernah
difotokopi.
"Ini kita kan melakukan pencegahan maka kita berikan Surat Edaran kepada
lembaga agar tidak lagi menggunakan tradisi fotokopi KTP," terusnya.
Kemendagri masih memegang blanko eKTP sebanyak 191 juta keping. Angka
tersebut melebihi target dari data awal 172 juta kebutuhan dan yang
sudah terealisasi melakukan rekam identitas untuk eKTP ternyata sudah
mencapai 175 juta masyarakat.
"Data asumsi kita sebelumnya 191 juta. Nah maka sambil kita cari juga
mungkin mereka yang tinggal di gunung, lembah, atau para TKI (Tenaga
Kerja Indonesia di luar negeri)," ujarnya.(gen/fal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar