BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 02 Mei 2013

KPK Cari Tersangka Baru Kasus Suap Hakim Setyabudi

RMOL. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan pemeriksaan saksi-saksi kasus suap hakim Pengadilan Negeri Bandung dalam penanganan kasus korupsi Bantuan Sosial.

Kemarin, KPK memeriksa enam saksi untuk tersangka hakim Setyabudi Tedjocahyono. Setyabudi merupakan Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan kasus Bantuan Sosial (Bansos) di Pengadilan Negeri (PN) Bandung.

Keenam saksi tersebut adalah Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat Pasti Serefina Sinaga, Kasubag Kepegawaian PN Bandung Wawan Setiawan, dan empat orang pengacara. Empat advokat itu adalah Ebeneser Damanik, Erdi Djarti Soemantri, Wienarno Djati dan Benny Joesoef.

Pemeriksaan Pasti merupakan penjadwalan ulang setelah dia tidak hadir pada pemeriksaan 23 April lalu. Sedangkan empat advokat yang diperiksa sebagai saksi merupakan pengacara pada kasus Bansos di PN Bandung.

Pasti tiba di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, sekitar pukul 9.30 pagi. Pasti datang mengenakan blazer cokelat dipadu kerudung yang dibelitkan ke lehernya. Tak ada komentar saat kedatangannya.

Saat istirahat jam makan siang, Pasti turun ke lobi dan mengambil telepon genggamnya yang dititipkan di lemari lobi Gedung KPK. Seusai menelepon, Pasti kembali menjalani pemeriksaan di lantai 4.

Pukul 4.30 sore, Pasti kembali turun untuk menelepon. Kali ini, ia menjadi bidikan kamera fotograper. Menyadari dirinya menjadi bidikan kamera, Pasti menelpon sambil memasukkan wajahnya ke lemari. Usai menelepon, Pasti buru-buru naik kembali untuk menjalani pemeriksaan. Ditanya soal pemeriksan, Pasti bungkam. Sampai pukul 7 malam, dia masih menjalani pemeriksaan.

Saat ini, KPK masih memburu pihak pemberi dan penerima suap dalam kasus ini. Untuk menelusuri keterlibatan pihak lain, KPK memeriksa para terdakwa kasus Bansos yang disidangkan di PN Bandung pada 2012 sebagai saksi.

Lima terdakwa itu dipanggil pada waktu yang berbeda. Pada (30/4), KPK memeriksa Yanos Septadi yang merupakan bekas ajudan Walikota Bandung Dada Rosada dan Kepala Bagian Tata Usaha Pemkot Bandung Uus Ruslan.

Keduanya merupakan terdakwa kasus penyelewenangan dana Bansos Pemkot Bandung 2009-2010.

Pukul 3 sore, Uus keluar dari Gedung KPK. Ditanya soal materi pemeriksaan, Uus malah menyibukkan diri dengan telepon genggamnya. “Tanya saja sama penyidik,” kata Uus usai diperiksa KPK sekitar lima jam. Semua pertanyaan terkait kasus Bansos dan penyuapan Setyabudi tidak dijawabnya. Ia bergegas menuju tempat parkir.

Sehari sebelumnya (29/4), KPK juga memeriksa tiga terdakwa lain, yakni Lutfan Barkah, Firman Himawan dan Rochman.

KPK menelusuri, apakah kasus penyuapan hakim Setyabudi Tedjocahyono terkait penanganan perkara Bansos Pemkot Bandung juga melibatkan hakim-hakim lain. Tidak hanya hakim di PN Bandung, tapi juga di Pengadilan Tinggi (PT) Jabar.

Sebab itu, KPK juga memeriksa hakim-hakim lain yang bertugas PT Jawa Barat sebagai saksi. Rabu (22/4), KPK memeriksa empat hakim, dua di antaranya adalah Ketua PN Bandung Singgih Budi Prakoso dan Ketua PT Jabar Marni Emmy Mustafa. Sisanya adalah Hakim PT Jabar Ch Kristi Purnamiwulan dan bekas Ketua PT Jabar Sareh Wiyono.

Hakim pertama yang menyelesaikan pemeriksaan ialah Marni. Sekitar satu jam berselang, Kristi keluar dari Gedung KPK. Setelah itu, giliran Sareh Wiyono meninggalkan KPK yang hampir berbarengan dengan Singgih. Ditanya soal materi pemeriksaan, keempat saksi tersebut kompak mengunci mulut.

Dalam kasus ini, rencananya KPK akan memanggil Walikota Bandung Dada Rosada. Namun kapan pemanggilan tersebut, KPK belum menjadwalkan.

“Belum ada jadwal. Tapi dia pasti akan diperiksa. Karena sudah dicegah, pasti diperiksa. Tidak melihat status, siapa pun akan diperiksa. Semua sama di muka hukum,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi di kantornya.

Hakim Setyabudi Tejocahyono terlihat lemas pada Senin (22/3) malam. Pria berbadan kurus ini tangannya diborgol. Setyabudi ditangkap KPK di ruang kerjanya. Uang sejumlah Rp 150 juta yang dibungkus koran, ada di mejanya.

Menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, yang ditangkap KPK adalah Wakil Ketua Pengadilan Negeri.

Sebelum Setyabudi ditangkap, seorang perantara bernama Asep dikuntit penyidik seharian. Sekitar pukul 13.00, Asep memarkir mobilnya di seberang kantor Pengadilan Negeri Bandung. Keluar dari Avanza biru, dia terlihat menenteng tas kertas. Dia tidak langsung masuk ke ruangan Setyabudi. Sempat muter-muter beberapa menit di areal sekitar pengadilan.

Pukul 14.00, Asep masuk ke ruangan Setyabudi. Sekitar 10 menit kemudian keluar. Tas kertas yang ditentengnya sudah tak ada. Saat itulah, penyidik menangkap dan menggiring dia masuk kembali ke ruangan Setyabudi.

“Di meja Hakim SET, masih ada uang yang dibungkus dalam kertas koran, dikaretin. Jumlahnya Rp 150 juta dalam pecahan Rp 100 ribuan,” kata Johan Budi.

Johan menyebut Setyabudi dengan inisial SET. Asep disebut Johan dengan “A” perannya sebagai messenger alias perantara.

Apakah Cuma ST Yang Diduga Disuap
Alvon Kurnia Palma, Ketua YLBHI

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma mendesak KPK untuk mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus suap hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung Setyabudi Tedjocahyono (ST). Menurut dia, hal tersebut diperlukan untuk menciptakan lembaga peradilan yang bersih.

Menurut Alvon, KPK perlu memeriksa hakim lain di PN Bandung karena dalam memutus perkara penyelewengan dana Bantuan Sosial (Bansos) di Pemkot Bandung, hakim ST tidak sendirian. Tapi, bersama-sama dalam sebuah majelis hakim. “Jadi, patut dipertanyakan, apakah yang menerima suap hanya hakim ST,” katanya, kemarin.

Pemeriksaan itu, lanjut Alvon, untuk menelusuri siapa saja yang menerima suap atau tidak. KPK perlu juga memeriksa Ketua PN Bandung. Apakah saat menugaskan ST menangani kasus penyelewangan dana bansos sudah sesuai aturan, atau karena mendapat pesanan. Salah satu tugas Ketua PN adalah menugaskan hakim dalam memutus perkara.

“Bisa ditelusuri, apakah ada pelanggaran atau tidak dalam menugaskan ST itu,” ujarnya.

Menurut Alvon, kasus suap hakim merupakan preseden buruk bagi peradilan.

Dia berharap, Mahkamah Agung (MA) terus menjalin kerja sama dengan KPK untuk membersihkam lembaga peradilan dari hakim-hakim kotor.

Mengenai status ST, Alvon mengatakan, MA dan Komisi Yudisial (KY) tak perlu melakukan sidang etik atau sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH). “Karena ini pidana, jadi begitu diputus bersalah, maka hakim yang bersangkutan langsung dipecat,” ucapnya.

Namun, kata dia, jika ada persoalan etik terkait hakim lain dalam memutus perkara bansos, KY dan MA harus melakukan penyelidikan dahulu sebelum menggelar sidang etik.

“Nanti dari penyelidikan tersebut bisa diputuskan, apakah memang ada pelanggaran etik atau tidak,” ujarnya.

Kembangkan Ke Pihak Yang Diduga Menyuap
Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap tuntas kasus suap hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung Setyabudi Tejocahyono (ST).

Menurut Eva, siapa pun yang ikut terlibat dalam kasus ini, harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. “Jika ada hakim lain yang juga terlibat, pokoknya siapa pun yang menerima suap atau memberi suap, tentu saja harus diperiksa,” kata Eva, kemarin.

Menurut Eva, dalam pengembangan kasus suap tersebut, KPK seharusnya tak hanya mengembangkan ke pihak yang diduga sebagai penerima suap. Tapi juga ke pihak yang diduga sebagai pemberi suap.

“Apakah ada keterlibatan Walikota Bandung Dada Rosada atau tidak, makanya KPK perlu meminta keterangan walikota tersebut. Jika memang dibutuhkan, maka siapa pun bisa diperiksa sebagai saksi,” kata politisi PDIP itu.

Dia mendukung KPK untuk membersihkan lembaga peradilan dari hakim-hakim kotor. Menurut Eva, adanya hakim yang menerima suap merupakan hambatan bagi orang-orang yang mencari keadilan.

“Hakim ini kan merupakan wakil Tuhan di dunia. Tentu ini perlu dijaga agar mereka menjalankan tugasnya dengan baik dan benar,” tandasnya.

Mengenai dugaan ada hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat yang terlibat kasus ini, Eva meminta KPK untuk menelusuri benar atau tidaknya.

Rencananya, terdakwa kasus penyelewengan dana bansos akan naik banding ke pengadilan tinggi. “Tentu saja KPK perlu menelusuri apakah benar atau tidak,” ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Tidak ada komentar: