RMOL. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan pemeriksaan
saksi-saksi kasus suap hakim Pengadilan Negeri Bandung dalam penanganan
kasus korupsi Bantuan Sosial.
Kemarin, KPK memeriksa enam saksi
untuk tersangka hakim Setyabudi Tedjocahyono. Setyabudi merupakan Ketua
Majelis Hakim yang menyidangkan kasus Bantuan Sosial (Bansos) di
Pengadilan Negeri (PN) Bandung.
Keenam saksi tersebut adalah
Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat Pasti Serefina Sinaga, Kasubag
Kepegawaian PN Bandung Wawan Setiawan, dan empat orang pengacara. Empat
advokat itu adalah Ebeneser Damanik, Erdi Djarti Soemantri, Wienarno
Djati dan Benny Joesoef.
Pemeriksaan Pasti merupakan penjadwalan
ulang setelah dia tidak hadir pada pemeriksaan 23 April lalu. Sedangkan
empat advokat yang diperiksa sebagai saksi merupakan pengacara pada
kasus Bansos di PN Bandung.
Pasti tiba di Gedung KPK, Jl HR
Rasuna Said, Jakarta Selatan, sekitar pukul 9.30 pagi. Pasti datang
mengenakan blazer cokelat dipadu kerudung yang dibelitkan ke lehernya.
Tak ada komentar saat kedatangannya.
Saat istirahat jam makan
siang, Pasti turun ke lobi dan mengambil telepon genggamnya yang
dititipkan di lemari lobi Gedung KPK. Seusai menelepon, Pasti kembali
menjalani pemeriksaan di lantai 4.
Pukul 4.30 sore, Pasti
kembali turun untuk menelepon. Kali ini, ia menjadi bidikan kamera
fotograper. Menyadari dirinya menjadi bidikan kamera, Pasti menelpon
sambil memasukkan wajahnya ke lemari. Usai menelepon, Pasti buru-buru
naik kembali untuk menjalani pemeriksaan. Ditanya soal pemeriksan, Pasti
bungkam. Sampai pukul 7 malam, dia masih menjalani pemeriksaan.
Saat
ini, KPK masih memburu pihak pemberi dan penerima suap dalam kasus ini.
Untuk menelusuri keterlibatan pihak lain, KPK memeriksa para terdakwa
kasus Bansos yang disidangkan di PN Bandung pada 2012 sebagai saksi.
Lima
terdakwa itu dipanggil pada waktu yang berbeda. Pada (30/4), KPK
memeriksa Yanos Septadi yang merupakan bekas ajudan Walikota Bandung
Dada Rosada dan Kepala Bagian Tata Usaha Pemkot Bandung Uus Ruslan.
Keduanya merupakan terdakwa kasus penyelewenangan dana Bansos Pemkot Bandung 2009-2010.
Pukul
3 sore, Uus keluar dari Gedung KPK. Ditanya soal materi pemeriksaan,
Uus malah menyibukkan diri dengan telepon genggamnya. “Tanya saja sama
penyidik,” kata Uus usai diperiksa KPK sekitar lima jam. Semua
pertanyaan terkait kasus Bansos dan penyuapan Setyabudi tidak
dijawabnya. Ia bergegas menuju tempat parkir.
Sehari sebelumnya (29/4), KPK juga memeriksa tiga terdakwa lain, yakni Lutfan Barkah, Firman Himawan dan Rochman.
KPK
menelusuri, apakah kasus penyuapan hakim Setyabudi Tedjocahyono terkait
penanganan perkara Bansos Pemkot Bandung juga melibatkan hakim-hakim
lain. Tidak hanya hakim di PN Bandung, tapi juga di Pengadilan Tinggi
(PT) Jabar.
Sebab itu, KPK juga memeriksa hakim-hakim lain yang
bertugas PT Jawa Barat sebagai saksi. Rabu (22/4), KPK memeriksa empat
hakim, dua di antaranya adalah Ketua PN Bandung Singgih Budi Prakoso dan
Ketua PT Jabar Marni Emmy Mustafa. Sisanya adalah Hakim PT Jabar Ch
Kristi Purnamiwulan dan bekas Ketua PT Jabar Sareh Wiyono.
Hakim
pertama yang menyelesaikan pemeriksaan ialah Marni. Sekitar satu jam
berselang, Kristi keluar dari Gedung KPK. Setelah itu, giliran Sareh
Wiyono meninggalkan KPK yang hampir berbarengan dengan Singgih. Ditanya
soal materi pemeriksaan, keempat saksi tersebut kompak mengunci mulut.
Dalam
kasus ini, rencananya KPK akan memanggil Walikota Bandung Dada Rosada.
Namun kapan pemanggilan tersebut, KPK belum menjadwalkan.
“Belum
ada jadwal. Tapi dia pasti akan diperiksa. Karena sudah dicegah, pasti
diperiksa. Tidak melihat status, siapa pun akan diperiksa. Semua sama di
muka hukum,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi di kantornya.
Hakim
Setyabudi Tejocahyono terlihat lemas pada Senin (22/3) malam. Pria
berbadan kurus ini tangannya diborgol. Setyabudi ditangkap KPK di ruang
kerjanya. Uang sejumlah Rp 150 juta yang dibungkus koran, ada di
mejanya.
Menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, yang ditangkap KPK adalah Wakil Ketua Pengadilan Negeri.
Sebelum
Setyabudi ditangkap, seorang perantara bernama Asep dikuntit penyidik
seharian. Sekitar pukul 13.00, Asep memarkir mobilnya di seberang kantor
Pengadilan Negeri Bandung. Keluar dari Avanza biru, dia terlihat
menenteng tas kertas. Dia tidak langsung masuk ke ruangan Setyabudi.
Sempat muter-muter beberapa menit di areal sekitar pengadilan.
Pukul
14.00, Asep masuk ke ruangan Setyabudi. Sekitar 10 menit kemudian
keluar. Tas kertas yang ditentengnya sudah tak ada. Saat itulah,
penyidik menangkap dan menggiring dia masuk kembali ke ruangan
Setyabudi.
“Di meja Hakim SET, masih ada uang yang dibungkus
dalam kertas koran, dikaretin. Jumlahnya Rp 150 juta dalam pecahan Rp
100 ribuan,” kata Johan Budi.
Johan menyebut Setyabudi dengan inisial SET. Asep disebut Johan dengan “A” perannya sebagai messenger alias perantara.
Apakah Cuma ST Yang Diduga Disuap
Alvon Kurnia Palma, Ketua YLBHI
Ketua
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma
mendesak KPK untuk mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus suap
hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung Setyabudi Tedjocahyono (ST).
Menurut dia, hal tersebut diperlukan untuk menciptakan lembaga peradilan
yang bersih.
Menurut Alvon, KPK perlu memeriksa hakim lain di PN
Bandung karena dalam memutus perkara penyelewengan dana Bantuan Sosial
(Bansos) di Pemkot Bandung, hakim ST tidak sendirian. Tapi, bersama-sama
dalam sebuah majelis hakim. “Jadi, patut dipertanyakan, apakah yang
menerima suap hanya hakim ST,” katanya, kemarin.
Pemeriksaan itu,
lanjut Alvon, untuk menelusuri siapa saja yang menerima suap atau
tidak. KPK perlu juga memeriksa Ketua PN Bandung. Apakah saat menugaskan
ST menangani kasus penyelewangan dana bansos sudah sesuai aturan, atau
karena mendapat pesanan. Salah satu tugas Ketua PN adalah menugaskan
hakim dalam memutus perkara.
“Bisa ditelusuri, apakah ada pelanggaran atau tidak dalam menugaskan ST itu,” ujarnya.
Menurut Alvon, kasus suap hakim merupakan preseden buruk bagi peradilan.
Dia
berharap, Mahkamah Agung (MA) terus menjalin kerja sama dengan KPK
untuk membersihkam lembaga peradilan dari hakim-hakim kotor.
Mengenai
status ST, Alvon mengatakan, MA dan Komisi Yudisial (KY) tak perlu
melakukan sidang etik atau sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH).
“Karena ini pidana, jadi begitu diputus bersalah, maka hakim yang
bersangkutan langsung dipecat,” ucapnya.
Namun, kata dia, jika
ada persoalan etik terkait hakim lain dalam memutus perkara bansos, KY
dan MA harus melakukan penyelidikan dahulu sebelum menggelar sidang
etik.
“Nanti dari penyelidikan tersebut bisa diputuskan, apakah memang ada pelanggaran etik atau tidak,” ujarnya.
Kembangkan Ke Pihak Yang Diduga Menyuap
Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR
Anggota
Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari meminta Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) mengungkap tuntas kasus suap hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung
Setyabudi Tejocahyono (ST).
Menurut Eva, siapa pun yang ikut
terlibat dalam kasus ini, harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Jika ada hakim lain yang juga terlibat, pokoknya siapa pun yang
menerima suap atau memberi suap, tentu saja harus diperiksa,” kata Eva,
kemarin.
Menurut Eva, dalam pengembangan kasus suap tersebut, KPK
seharusnya tak hanya mengembangkan ke pihak yang diduga sebagai
penerima suap. Tapi juga ke pihak yang diduga sebagai pemberi suap.
“Apakah
ada keterlibatan Walikota Bandung Dada Rosada atau tidak, makanya KPK
perlu meminta keterangan walikota tersebut. Jika memang dibutuhkan, maka
siapa pun bisa diperiksa sebagai saksi,” kata politisi PDIP itu.
Dia
mendukung KPK untuk membersihkan lembaga peradilan dari hakim-hakim
kotor. Menurut Eva, adanya hakim yang menerima suap merupakan hambatan
bagi orang-orang yang mencari keadilan.
“Hakim ini kan merupakan
wakil Tuhan di dunia. Tentu ini perlu dijaga agar mereka menjalankan
tugasnya dengan baik dan benar,” tandasnya.
Mengenai dugaan ada
hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat yang terlibat kasus ini, Eva
meminta KPK untuk menelusuri benar atau tidaknya.
Rencananya,
terdakwa kasus penyelewengan dana bansos akan naik banding ke pengadilan
tinggi. “Tentu saja KPK perlu menelusuri apakah benar atau tidak,”
ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar