Jakarta (ANTARA
News) - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak pengujian pengujian
Pasal 41 ayat (4) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang
diajukan oleh Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi (MAKI).
"Menyatakan menolak permohonan pemohon," kata Ketua Majelis Hakim
Akil Mochtar, saat membacakan amar putusan di Jakarta, Selasa.
Menurut mahkamah, dalil pemohon tidak beralasan hukum.
Dalam pertimbangannnya, yang dibacakan Hakim Konstitusi Maria
Farida Indrati, mahkamah menyatakan pokok permasalahan yang dipersoalkan
oleh Pemohon adalah mengenai dimungkinkannya "LSM/Ormas dapat diberikan
hak untuk mengajukan praperadilan terhadap penghentian kasus korupsi
oleh penegak hukum.
Maria mengungkapkan terhadap pokok permasalahan Pemohon tersebut,
Mahkamah dalam Putusan Nomor 76/PUU-X/2012, tanggal 8 Januari 2013 telah
memberikan hak kepada LSM untuk dapat mengajukan praperadilan.
Dengan adanya putusan tersebut, kata Maria, bahwa sekalipun norma
hukum `praperadilan oleh pihak ketiga yang berkepentingan` yang
dipermasalahkan oleh Pemohon diatur di dalam Undang-Undang yang berbeda,
namun substansi norma hukum yang dimohonkan pengujian tersebut adalah
sama dengan permohonan yang telah diputuskan oleh Mahkamah tersebut.
"Dengan demikian, menurut Mahkamah, pertimbangan hukum Mahkamah
dalam putusan tersebut, "mutatis mutandis" berlaku pada permohonan ini,"
katanya.
Pengujian UU Tipikor ini dilakukan oleh tiga pendiri MAKI, yang diwakili oleh Boyamin, Drs H Soepardjito dan Supriyadi.
Mereka menguji Pasal 41 ayat (4) UU Tipikor ini sebab pernah
mengajukan gugatan praperadilan pengentikan perkara korupsi BLBI Syamsul
Nursalim.
Pada awalnya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan
praperadilan yang diajukan oleh Pemohon, namun putusan tersebut oleh
Pengadilan Tinggi Jakarta dinyatakan tidak dapat diterima dengan alasan
Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tidak
mengatur hak gugat LSM/ORMAS untuk mengajukan praperadilan terhadap
penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara-perkara korupsi.
Menurut Pemohon, peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam
pencegahan dan pemberantasan korupsi namun dengan tidak diaturnya hak
gugat serta peran serta masyarakat terhadap aparat penegak hukum yang
tidak mau menangani perkara korupsi, menyalahgunakan wewenang bahkan
melakukan korupsi, dan menghentikan penanganan perkara secara tidak sah
maka tujuan pemberantasan korupsi tidak akan tercapai.
Dengan adanya fakta hukum tersebut, Pemohon beranggapan hak-hak
konstitusionalnya sebagaimana diatur dalam Pasal 28C ayat (1) dan ayat
(2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 telah
dirugikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar