Jpnn
JAKARTA - Pekatnya lumpur di dasar laut, menghambat proses pencarian korban dan black box pesawat Air Asia QZ8501.
Menurut Mantan Kepala Basarnas Nono
Sampono, pulau yang memiliki sungai-sungai besar seperti Pangkalan Bun,
Kalimantan Tengah, memang memiliki karakteristik laut yang berlumpur.
"Karena, sungai-sungai tersebut membawa
lumpur yang kemudian menyebar di sekitar perairan lokasi jatuhnya
pesawat tersebut. Jadi kondisi seperti itu memang menyulitkan karena di
dasar kondisinya cenderung keruh. Itu cukup menyulitkan para penyelam
dalam melakukan evakuasi," papar Nono pada Jawa Pos, kemarin (5/1).
Untuk itu, anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD)dari Provinsi Maluku Utara itu menyarankan penggunaan
teknologi yang maksimal untuk membantu proses evakuasi.
Dia menyebut ada empat alat yang bisa digunakan untuk mendeteksi keberadaan tubuh korban, bangkai pesawat hingga black box.
Yang pertama, penggunaan Remotely
Operated Vehicle (ROV) yang merupakan robot dengan kemampuan mengamati
benda di lautan dan dikendalikan dengan remote control secara langsung
dari atas permukan air.
Di samping ROV, lanjut Nono, juga bisa
digunakan multibeam echosounder. Alat tersebut berfungsi untuk mengukur
kedalaman perariran hingga mengetahui bentuk dasar suatu perairan dengan
menggunakan sistem gema.
Yang ketiga, adalah alat pendeteksi
logam yang bisa dibawa oleh para penyelam, dan yang terakhir adalah
autonomous underwater vehicle, yang mirip dengan ROV. "Empat alat ini
sangat berguna di samping manusia sendiri," ujarnya.
Penggunaan alat tersebut juga dibarengi
diterjunkan tim penyelam. Nono menguraikan, untuk mengatasi medan dasar
laut yang berlumpur, para penyelam membuat pola pencarian di bawah laut.
Diantaranya, pola melingkar.
"Jadi lima sampai enam penyelam
menggunakan pola melingkar untuk menemukan objek di dalam laut. Kemudian
ada pola lain, yakni membuat barisan bersama maju dengan kompas
tertentu, barisan itu menyapu sehingga tidak ada yang terlewatkan,"
urainya.
Di samping kendala lumur, arus kuat juga
menjadi hambatan tim penyelamat. Menurut Mantan Danpaspampres era
Presiden Megawati itu, dalam sehari arus laut bisa berubah tiga kali,
akibat perputaran bumi, pasang surut pengaruh angin dan gelombang. Cuaca
juga ikut mempengaruhi.
Namun, dia menekankan, perairan di
Kalimantan, kedalamannya masih bisa dijangkau tim penyelam tanpa harus
menggunakan kapsul khusus.
"Karena kedalamannya antara 30 meter sekian lah, jadi masih terjangkau tanpa harus menggunakan kapsul," katanya.
"Namun, lanjut Nono, yang menjadi
masalah, dipastikan setiap harinya, luas daerah operasi akan terus
bertambah. Akibat kuatnya arus laut, objek seperti tubuh korban, bangkai
pesawat sangat mungkin terbawa arus.
"Karena benda-benda termasuk tubuh
korban itu ringan untuk dihanyutkan arus. Tapi saya melihat
komponen-komponen yang terlibat cukup luar biasa. Sehingga, proses
evakuasi masih berjalan baik sampai saat ini meski menemui sejumlah
kendala," imbuhnya. (mia/gun/ken)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar